Beranda >

Berita > *Ganjil Genap Kota Bogor Beda dengan DKI Jakarta, Seperti Apa?*


05 Februari 2021

*Ganjil Genap Kota Bogor Beda dengan DKI Jakarta, Seperti Apa?*

Pemerintah Kota Bogor bersama Polresta Bogor Kota menggelar Tactical Floor Game (TFG) untuk memantapkan teknis dan kesiapan personel dalam pelaksanaan ganjil genap yang akan dimulai Sabtu (6/2/2021) jam 06.00 WIB pagi.

Bima Arya menyebut kebijakan ganjil genap di Kota Bogor berbeda dengan yang diterapkan DKI Jakarta selama ini. “Karena fokus kami bukan untuk mengurangi kemacetan, tetapi untuk mengurangi mobilitas warga seiring dengan melonjaknya kasus positif Covid-19 di Kota Bogor,” ungkap Bima Arya usai TFG di Balaikota Bogor, Jumat (5/2/2021).

“Jadi, ganjil genap ini tidak untuk menghambat produktivitas warga. Tapi untuk penerapan protokol kesehatan, terutama kepada orang-orang yang tidak jelas tujuannya. Bagi yang bekerja, melayani publik, perekonomian, tenaga kesehatan dan lain sebagainya, masih bisa melintas sepanjang bisa membuktikan dengan menunjukan ID card atau surat keterangan dari perusahaan/lembaga ataupun pembuktian lainnya kepada petugas,” tambahnya.

Jika ditemukan pelanggaran, kata Bima, petugas akan memerintahkan pengendara untuk putar balik atau tidak bisa melintasi pos penyekatan di sejumlah titik yang disiagakan.

“Peraturan ini berlaku 24 jam setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Selain pekerja yang disebutkan di atas, pengecualian juga diberikan kepada kendaraan ambulans, kendaraan kegawatdaruratan, angkutan umum, ojek online, taksi online, angkutan sembako/BBM, kendaraan dinas pemerintah,” jelas Bima.

Khusus untuk kendaraan dinas pemerintah, lanjut Bima, apabila ditemukan dipakai tidak dalam urusan kedinasan, maka dilakukan penindakan oleh petugas. “Kalau plat dinas tapi isinya mengajak keluarga jalan-jalan, berarti bukan dalam rangka dinas. Harusnya kan Sabtu-Minggu, banyak yang tidak berdinas,” tegasnya.

Sementara itu, Kapolresta Bogor Kota Kombes Susatyo Purnomo Condro, mengatakan bahwa pihaknya bersama jajaran Dishub Kota Bogor sudah menentukan 6 titik sekat di dekat perbatasan, seperti Yasmin, Bubulak, Pomad, Gerbang Tol Baranangsiang, Simpang Ciawi, dan Gunung Batu.

Selain itu, terdapat juga 7 checkpoint, seperti Air Mancur, RSUD, Jalak Harupat, Tugu Kujang, Bantarjati, Irama Nusantara dan Ekalokasari.

“Ini bukan ganjil genap terkait dengan mengurangi volume kemacetan lalu lintas tetapi tentang protokol kesehatan. Sehingga tidak ada sanksi tilang. Tetapi ada sanksi yang sudah diatur dalam Perwali terkait dengan pelanggaran-pelanggaran protokol kesehatan. Sehingga nanti yang ada di pos statis kalau memang nanti ada kendaraan tidak sesuai dengan tanggalnya, maka akan kami perintahkan untuk putar balik,” ujar Susatyo.

“Kalau bekerja, terkait dengan produktivitas silahkan. Asal bisa menunjukan bukti, silahkan jalan kembali. Tapi nggak mungkin di dalam mobil isinya bawa anak dan istri bilangnya mau kerja, kan nggak.. Sehingga tentunya dalam penerapannya kami akan tegas namun humanis,” tambahnya.

Kapolresta juga mengaku sudah sampaikan kepada seluruh jajaran dalam melaksanakan kegiatan tersebut untuk bisa komunikatif dengan masyarakat. “Untuk bisa mengetahui butuhnya mau ke mana, tentu akan menjadi pertimbangan. Berlaku bagi warga Kota Bogor maupun warga luar Bogor. Ingat ini bukan tentang kemacetan lalu lintas, mengapa 24 jam? Karena ini menyangkut tentang protokol kesehatan,” kata dia.

Di tempat yang sama, Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menyatakan bahwa perlu penekanan di masyarakat bahwa penerapan ganjil genap ini adalah untuk protokol kesehatan dan tidak ada terkait dengan persoalan kemacetan dan lain sebagainya.

“Jadi biar masyarakat nyaman dengan informasi ini. Yang menarik adalah, model penerapan ganjil genap ini adalah pertama di Indonesia. Ketika Kota Bogor berani melakukan inisiatif, sementara Jakarta masih semi-semi lockdown, sementara Semarang, Jateng baru dalam konteks di rumah saja,” ujar Yayat.

“Artinya, transportasi itu bisa menjadi model dalam pengendalian aktivitas masyarakat. Transportasi itu hanya alat, tujuannya adalah peningkatan kualitas hidup. Mengapa ini diberlakukan? karena situasi dan kondisi yang sudah sangat parah. Jika kondisi rumah sakit sudah penuh, Covid terus bertambah parah, tenaga kesehatan sudah semakin lelah dan lain sebagainya, ini satu-satunya cara untuk mendidik masyarakat. Jadi model yang dilakukan Kota Bogor adalah pioner,” bebernya.

“Pertanyaannya kan sampai kapan? Ini dilihat nanti dievaluasi, sudah berjalan, bagaimana angka penurunan Covidnya. Seminggu, dua minggu, kalau terjadi penurunan karena berkurangnya aktivitas, berarti ini ada indikator keberhasilan. Bisa ditiru kota lain kalau model ini bisa membantu menurunkan angka Covid,” pungkasnya.