Beranda >

Berita > Pemkot Bogor - IPB University Kaji Pengembangan Wilayah, Desember Ini Munculkan Rekomendasi


26 Agustus 2019

Pemkot Bogor - IPB University Kaji Pengembangan Wilayah, Desember Ini Munculkan Rekomendasi

Pemerintah Kota Bogor bersama IPB University sepakat untuk melakukan kajian akademis terkait berkembangnya isu perluasan wilayah maupun pembentukan provinsi baru yang belakangan ini ramai diangkat media massa. Hasil kajian akademis terkait isu tersebut akan tuntas pada Desember 2019 mendatang.

Bertempat di Gedung Sekolah Bisnis IPB, Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor, Minggu (25/8/2019), tampak hadir dalam diskusi tersebut Wali Kota Bogor Bima Arya, Rektor IPB University Arif Satria, Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim, Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi serta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.

Arif Satria menyambut baik pertemuan yang diinisiasi oleh Bima Arya tersebut. Menurutnya, pertemuan ini membahas langkah-langkah yang harus dilakukan, koordinasi serta kerjasama antara IPB dengan Pemkot Bogor. “Khususnya isu-isu yang lagi mengemuka berkaitan dengan pengembangan wilayah Bogor dan Jabodetabek. Ternyata isu ini merupakan turunan dari isu besar tentang pemindahan ibu kota negara (dari Jakarta ke Kalimantan),” ungkap Arif.

Ia menambahkan, Jabodetabek ini sudah lama tidak tertangani dengan baik padahal wilayah-wilayah tersebut memiliki ikatan-ikatan fungsi baik secara demografis, ekonomi dan ekologis. “Jabodetabek ini government-nya harus diperkuat dan dituntaskan sehingga masalah ekonomi, ekologis, lingkungan serta masalah demografis bisa diantisipasi,” katanya.

“Jadi, intinya IPB menerima tawaran dari Pemkot untuk melakukan kajian akademik berkaitan dengan isu Jabodetabek ini. Tim akan segera kami bentuk dan kami akan terus berkoordinasi dengan Pemkot dan juga Pemkab paling tidak pada bulan Desember sudah ada beberapa hasil (kajian),” tambah rektor.

Sementara itu, Bima Arya mengaku tak menyangka isu yang awalnya mengemuka di forum Kepala Daerah se-Jawa Barat yang dihadiri Dedie Rachim itu berkembang mendapatkan perhatian publik yang luar biasa. “Terus terang tidak kami duga dimana-mana diperbincangkan di talk show semua media. Bahkan, saya sering mendapat informasi cerita dibahas di kereta dan di angkutan umum,” ungkap Bima.

Di satu sisi, kata Bima, wacana tersebut baik dan memiliki nilai edukatif karena publik berhak tahu kota ini bergerak ke mana. “Ini sesuatu yang tidak terjadi 10-15 tahun yang lalu. Dulu perdebatannya isunya politik, tapi sekarang tata kota pun menjadi perhatian publik artinya warga merasa dekat nasibnya dengan isu ini,” katanya.

Namun di sisi lain, lanjutnya, isu ini perlu diletakan dalam konteks yang proporsional karena punya potensi akan berkembang sehingga tidak sesuai lagi dengan semangat awal.

“Saya melihat bahwa isu ini kemudian direduksi lebih ke arah aspek-aspek politis, seolah-olah Kota Bogor mengajukan proposal pembentukan Provinsi Bogor Raya. Padahal konteksnya adalah Kota Bogor mengantisipasi masa depan, menghitung potensi kenaikan dan lingkungan stagnan PAD dimasa depan karena BPHTB yang akan jenuh, luas wilayah yang tidak akan bertambah. Itu yang harus kita antisipasi. Kedua arus urbanisasi pertumbuhan penduduk dan lain lain,” bebernya.

“Sekali lagi, perluasan wilayah itu hanya salah satu opsinya saja selain isu-isu atau opsi lain misalnya mekanisme koordinasi atau penggabungan wilayah dan pembentukan wilayah baru dan lain lain. Makanya kami dengan IPB mengkaji ini secara akademis,” tambah Bima.

Di tempat yang sama,Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi menilai, wacana pemindahan ibu kota hingga isu pemekaran wilayah bermuara dari tata kelola megapolitan Jabodetabek yang tidak ditangani dengan baik.

“P4W IPB sudah memiliki kajian yang cukup panjang tentang Jabodetabek sebagai suatu megacity dunia. Sekarang sudah menjadi megacity kedua terbesar di dunia karena penduduknya sudah hampir 35 juta dan disitu terdapat 25 persen atau seperempat PDRB nasional sekaligus menjadi kota global satu satunya di Indonesia yang harus berdaya saing dengan kota global di dunia,” ujar Ernan.

Yang paling penting, kata Ernan, dalam kajian ini harus memikirkan rekomendasi tata kelola yang terbaik di Kota dan Kabupaten Bogor, Jabodetabek dan Indonesia. “Ini bukan masalah rebutan kekuasaan tetapi kita harus berpikir secara jernih penanganan akademik harus berkontribusi memberikan tawaran yang terbaik bagi masyarakat disini dan Indonesia secara keseluruhan jadi bukan masalah politik semata,” jelasnya.

Seandainya nanti bisa jadi rekomendasi, lanjutnya, rekomendasi yang akan disampaikannya adalah merekomendasikan perubahan tata wilayah, batas wilayah administrasi atau pembentukan lembaga baru dari sekedar Kota/Kabupaten dan Provinsi yang mempersatukan dan mengorganisir hubungan antara kota dan kabupaten di Jabodetabek.

“Jadi kami harus independen, harus objektif memberikan masukan-masukan, memikirkan yang terbaik untuk Bogor, Jabodetabek bahkan Indonesia. Jadi itu yang menjadi landasan kami bekerja dari amanah yang disampaikan untuk melakukan kajian ini,” pungkasnya. (Humpro :adt/pri)