Beranda >

Berita > Bertajuk Perang Terhadap Korupsi, Dedie Rachim Hadiri Kuliah Umum Unpak


25 Oktober 2019

Bertajuk Perang Terhadap Korupsi, Dedie Rachim Hadiri Kuliah Umum Unpak

Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISIB) Universitas Pakuan Bogor menggelar Kuliah Umum bertajuk ‘Revisi UU KPK dan Potensi Melemahnya Perang terhadap Korupsi’ di Aula Gedung FISIB, Universitas Pakuan, Kota Bogor, Jumat (25/10/2019).

Dalam kesempatan tersebut, turut dihadirkan narasumber Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono dan mantan Direktur KPK yang saat ini menjadi Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim.

"Sekarang saya terjun ke dunia politik yang tantangannya jauh lebih besar," ujar Dedie mengawali kuliah umumnya.

Dedie mengatakan, sumber permasalahan korupsi erat di politik karena ketika seseorang ingin maju Pilkada, harus mau mengeluarkan biaya tinggi. “Setelah menjabat, untuk mengembalikan modal politik, tidak sedikit kepala daerah yang terlibat dalam berbagai tindak korupsi. Seperti korupsi di pengadaan barang dan jasa atau dengan mempersulit urusan perizinan. Pemberantasan korupsi ini harus jadi gerakan besar semua orang di Indonesia," tegasnya.

Ke depan, kata Dedie, mestinya kepala daerah tidak usah lagi dipilih melalui Pilkada. Mengingat di dalam UU yang dipilih langsung Presiden, Wakil Presiden, DPR RI, DPD dan DPRD. Tak hanya itu, Ia juga memberikan saran kepala daerah sebaiknya digaji melalui APBN.

“Hal ini agar tidak ada lagi keikutsertaan kepala daerah dalam proses pengadaan atau pun perizinan. Kedepan juga KPK harus melakukan upaya pencegahan bukan hanya OTT saja," imbuhnya.

Sementara itu, ditempat yang sama Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Giri Suprapdiono mengatakan, periode sekarang menjadi periode berat dalam memberantas korupsi. Pasalnya, ini seperti mengulang sejarah yang sama. Karena setiap 10 tahun Pemerintah membentuk lembaga pemberantas korupsi namun kemudian membongkarnya kembali.

"Revisi UU KPK ini dibuat seolah KPK tidak efektif, tidak mampu bekerja sama, banyak melanggar, penyadapan dan lainnya. Padahal penyadapan KPK dilakukan secara legal dan selalu diaudit Kominfo. Jadi yang dibutuhkan KPK itu UU penyadapan bukan UU revisi KPK," tegasnya.

Ia pun menilai revisi UU KPK merupakan pelemahan terhadap KPK. Pihaknya berharap pemerintah bisa secepatnya mengeluarkan Perpu untuk kembali menguatkan KPK. Karena kalau tidak dikeluarkan Perpu akan ada konsekuensi akibat kontrol dari korupsi.

"Tingkat korupsi di Indonesia mendapatkan skor 38 alias peringkat ke 89 dari 109 negara. Tingkat ini sama dengan negara Srilanka. Jadi kalau tidak ada penguatan KPK akan sulit mengendalikan korupsi," pungkasnya. (Humpro :fla/ismet/indra/magang/pri)