Beranda >

Berita > Istura Jadi Ajang Pengenalan Sejarah dan Kepresidenan


25 Mei 2016

Istura Jadi Ajang Pengenalan Sejarah dan Kepresidenan

Momen Istura tidak hanya dimanfaatkan masyarakat umum khususnya yang ingin melihat dan mengetahui Istana Bogor secara langsung. Kegiatan yang digelar setahun sekali inipun dimanfaatkan beberapa sekolah untuk membawa siswa-siswinya sebagai ajang pendidikan mengenai sejarah dan tentang kepresidenan.

Menurut Tuti, salah seorang guru SD Pakuan yang membimbing siswa-siswinya mengunjungi Istana Bogor mengungkapkan, ia bersama tiga rekan seprofesinya membawa 100 siswanya ke Istana Bogor. Dari sejumlah siswa yang turut dalam rombongan ini ada sebagian yang sudah pernah masuk ke Istana Bogor.  

Tuti mengaku ia sendiri sudah dua kali mengikuti kegiatan ini, namun tetap saja tidak pernah merasa bosan mengunjungi Istana. “Kali ini kami bersama 100 siswa sengaja mengunjungi Istana agar mereka tahu sejarah dan bentuk Istana itu seperti ini,” ujar Tuti. “Ini rombongan pertama SD Pakuan siswa kelas V. Rombongan berikutnya akan berangkat pada hari Kamis besok,” lanjutnya.

Selain SD Pakuan, terlihat pula rombongan dari sekolah lain mulai dari tingkat SMP sampai SMA yang mengikuti kegiatan Istura ini. Bahkan di hari kedua ini banyak rombongan pengunjung dari instansi dan masyarakat luar Kota Bogor seperti Tanggerang, Banten dan Sukabumi.

Istana Bogor Istana Bogor merupakan salah satu dari Istana Presiden RI yang mempunyai keunikan dari aspek historis kebudayaan, dan fauna. Istana Bogor yang terletak di Jalan H. Juanda, memiliki luas areal 28,4 hektar dan berada pada garis koordinat  106°47' 796" BT dan 06°35'618" LS, dengan ketinggian 858 m di atas permukaan laut.  

Berdasarkan situs resmi dinas pariwisata Provinsi Jawa Barat, di halaman istana tumbuh ratusan pohon besar dan rindang serta rusa dari Asia daratan (Nepal) berkeliaran di pekarangan. Keindahan istana Bogor menjadi lengkap ketika pada tanggal 18 Mei 1817, tanah sekeliling istana dijadikan kebun Raya (The Botanical Gardens) yang pada waktu itu diberi nama Lands Plantetium (kebun Tanaman Milik Negara), yang didirikan dan sekaligus sebagai direkturnya adalah Prof. Dr. CG. Reinwarrdt, ahli botani Belanda terkenal di masa itu.

Istana dibangun oleh Gustaaf Willem Baron Van Imhoff, dahulu bernama Buittenzorg atau Sans Souci  yang berarti “tanpa kekhawatiran” pada tahun 1745-1749 (selama 5 tahun). Lokasi istana atas pilihan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1744) sendiri yang terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff kemudian merencanakan membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan di akhir minggu dan hari libur bagi Gubernur Jenderal.  Istana awalnya dibangun dengan bentuk tiga tingkat.

Seiring dengan perkembangan zaman terjadi perubahan-perubahan pada bangunan awal yang dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles) bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan, sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi istana seluas 14,892 m2. Namun musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat.

Pada tahun 1850 istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer (1855-1856) bangunan lama sisa gempa dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.

Istana ini sejak awal dibangun sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff, kemudian tahun 1870 Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Inggris (38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris). Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjaarda Van Starkenborg Stachurwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang tahun 1942.

Pada tahun 1950, setelah masa Kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia. Tahun 1954 pernah menjadi tempat diselenggarakannya Konfrensi Lima Negara (India, Pakistan, Birma, Ceylon dan Indonesia) dan tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu Presiden Soeharto. Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar belasan ribu orang. Pada tanggal 15 November 1994, Istana Bogor menjadi tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pasific Economi Cooperasion), dan di sana diterbitkan Deklarasi Bogor.

Deklarasi ini merupakan komitmen 18 negara anggota APEC untuk mengadakan perdagangan bebas dan investasi sebelum tahun 2020. Pada tanggal 16 Agustus 2002, pada masa pemerintahan Presiden Megawati, diadakan acara “Semarak Kemerdekaan” untuk memperingati Hut RI yang ke-57. Pada tanggal 20 November 2006 Presiden Amerika Serikat George W. Bush melangsungkan kunjungan kenegaraan ke Istana Bogor dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono. Kunjungan singkat ini berlangsung selama enam hari.

Istana Bogor merupakan salah satu dari enam Istana Presiden R.I yang menyimpan sekitar 219 lukisan karya para pelukis ternama dan 136 arca dan keramik. Istana ini mempunyai keunikan dari aspek historis, kebudayaan dan fauna. Salah satu fauna yang menarik adalah rusa, yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap terpelihara dari dulu sampai sekarang. (Tria/Lani-eto)