Beranda >

Berita > Pemkot Bogor Ajak Masyarakat Ubah Mindset Penanganan PMKS


05 Januari 2014

Pemkot Bogor Ajak Masyarakat Ubah Mindset Penanganan PMKS

Fenomena Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bogor semakin memprihatinkan. Untuk itu, Pemerintah Kota Bogor berupaya merubah mindset masyarakat dalam  menangani persoalan PMKS. Diantaranya dengan cara memberi pelatihan dan mengembalikan mereka kepada keluarga dan masyarakat.

Hal ini dilakukan mengingat fenomena PMKS semakin meningkat. Tengok saja keberadaan anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di Kota Bogor  hampir di semua wilayah di Kota Bogor yang kerap menimbulkan keresahan. Mulai dari perempatan lampu merah, pelataran mall dan pertokoan, terminal, dan pasar.

Coba perhatikan di belakang PGB, beberapa pengamen dengan dandanan ala anak punk dengan sigap naik ke atas angkot, mereka ada yang sendiri, ada juga yg berdua. Mengikuti angkot yang berjalan menuju jembatan merah mereka bernyanyi ala kadarnya, kemudian setelah selesai meminta uang sekedarnya kepada para penumpang, dan turun di sekitar taman topi. Setelah itu menyebrang jalan dan mengulangi aktifitas yang sama, mengamen. Dandanan ala punk yang penuh tato dan tindikan, juga terkadang mulut yang berbau alkohol menimbulkan keresahan buat para penumpang, terutama para wanita.

“Pemerintah Kota Bogor tidak tinggal diam. Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi, khususnya Bidang Pelayanan Sosial tanggap untuk mengatasi permasalahan itu. Dengan payung hukum perda no. 3 tahun 2008 dilakukan penanganan yang sesuai. Penanganan yang dilakukan bersifat represif, penanggulangan dilakukan pasca atau sesudah seseorang itu menjadi anak jalanan, gelandangan atau pengemis,” papar Kasi Rehabilitasi Sosial Disnakersostrans Kota Bogor Sugeng Rulyadi, Rabu (4/6/2014).

Sugeng menjelaskan bahwa tujuan akhir penanggulangan adalah mengembalikan mereka kepada keluarga masing-masing. Juga mengembalikan mereka pada gaya hidup normal seperti sebelum mereka menjadi PMKS. Karena pada umumnya PMKS bersumber dari masalah ekonomi, dan seringkali diikuti juga dengan masalah pendidikan.

“Setelah diberi ketrampilan untuk modal kerja, ternyata latar belakang pendidikannya juga rendah, sehingga hasil pelatihan tidak bisa maksimal. Selain masalah ekonomi, mindset, pola pikir para PMKS juga menjadi penghalang yang sangat sukar,” tambah Sugeng.

Ini yang menjadi tantangan  ke depan. Bagaimana mengubah pola pikir seseorang yang hanya mengandalkan suara sekedarnya , mereka dapat menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar dibanding harus bekerja sesuai keerampilan yang dimiliki.

“Disinilah peran serta masyarakat diperlukan. Jauh lebih bijak memberi kail daripada ikan,” ingat Sugeng.

Unuk itu, Sugeng mengharapkan adanya tindakan nyata dan sikap proaktif dari seluruh masyarakat untuk berperan serta. (Sisqo)

Editor : Dian Intannia