Beranda >

Berita > Berbagi Pengalaman, Aher Paparkan Implementasi TPP Jabar di Sumbar


25 Agustus 2016

Berbagi Pengalaman, Aher Paparkan Implementasi TPP Jabar di Sumbar

KOTA PADANG -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Herwayan (Aher) memberikan paparan terkait Kebijakan Implementasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Provinsi Jawa Barat, pada kegiatan KPK RI bertemakan Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi bertempat di rumah dinas Gubernur Sumatera Barat, Jl. Jend Sudirman, Kota Padang (24/08/2016).

Gubernur mengatakan, TPP di Jawa Barat merupakan konversi atau transformasi kebijakan Honorarium menjadi Tambahan Penghasilan bagi pegawai, yang distribusinya disesuaikan dengan kinerja (Pay for Performance) dan jabatan (Pay for Position) dengan manajemen pengukuran kinerja berbasis SKP dan On Line system.

Adapun TPP merupakan salah satu instrumen menyelesaikan masalah 'Mis-orientasi' kerja pegawai, in-efesiensi APBD, dan rendahnya kinerja Pemerintah. Dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005, Permendagri No. 13 tahun 2006, dan Peraturan Gubernur No. 119 Tahun 2009, dan perubahannya, serta peraturan daerah No. 20 tahun 2012.

Tentu, TPP pun menyoal kesejahteraan pegawai. Terkait dengan tindakan Korupsi, kesejahteraan pegawai merupakan salah satu motif atau alasan terjadinya tindak pidana tersebut. Meminimalkan itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengimplementasikan kebijakan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). "Pertama, kita melihat bahwa penghasilan pegawai kan relatif belum cukup. Kedua, ketika penghasilan cukup ini adalah salah satu instrumen mengurangi terjadinya kasus korupsi. Karena salah satu alasan seseorang melakukan korupsi kan penghasilan kurang. Ketika penghasilan ditambah dan mencukupi, tidak ada alasan lagi untuk korupsi. Kalau kemudian masih korupsi juga, sudah kriminal murni, bukan lagi karena kekurangan penghasilan," papar Aher.

Selain itu lanjut Aher, TPP juga diberikan sebagai langkah untuk meratakan penghasilan pegawai. Karena menurut Aher, seluruh aparatur, atau pegawai negara berhak mendapatkan penghasilan yang layak.

Dengan pertimbangan objektif, beban kerja, hari dan jam kerja, tanggung jawab, ruang lingkup kerja, tempat kerja (di Kota/ daerah terpencil), risiko kesehatan fisik psikis dan keselamatan kerja, profesi strategis, profesi langka sumber daya manusia. "Fakta di lapangan ternyata, dari gaji yang didapatkan para PNS, ternyata ada tambahan penghasilan yang berasal dari honor kegiatan, dan honor tidak merata, itu masalahnya. Ada dinas- dinas yang kegiatannya banyak, honornya banyak, itulah tempat atau dinas yang sering disebut 'dinas mata air'. Ada juga dinas dinas yang anggarannya kecil, karena memang tidak ada proyek- proyek besar. Seperti perpustakaan, arsip, yang seperti itu kan kecil - kecil (anggarannya) tidak banyak. Karena tidak banyak anggaran honornya kecil kan. Itulah yang disebut dinas- dinas atau 'lembaga air mata'," tutur Aher.

"Nah kita kan tidak ingin ada situasi seperti itu. Kita ingin semua petugas negara dapat penghasilan yang layak, yang relatif sama dimanapun mereka bertugas," tambahnya.

Lanjut Aher, untuk mengawasi tentu ada sistem. Sistemnya elektronik dipilih agar lebih tepat, dan objektif. "Seperti kehadiran kita memeriksakan absen kehadiran itu tiga kali dalam sehari, pagi, siang, dan sore. Kehadiran tersebut diabsen lewat sidik jari (finger print) tidak bisa dipalsukan, tidak bisa juga dititipkan dengan yang lain, kalau tanda tangan bisa titip."

Adapun melalui IT, di jalur skp.jabarprov.go.id merupakan sistem manajemen pengukuran kinerja pegawai yang terintegrasi dengan kebijakan pemberian tunjangan kerja, kenaikan pangkat, promosi jabatan, diklat dan hukuman disiplin serta aplikasi pelayanan kepegawaian bagi 12.864 PNS Jabar, secara on line berbasis internet dengan username masing - masing pegawai. Meliputi data base, pelayanan pegawai 'one man one report'.

Rapat Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi, digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dengan menyebar luaskan praktik terbaik (best practice) di Pemerintahan Daerah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, ada tiga titik yang rawan menjadi ladang praktik korupsi, yakni pada bidang perencanaan dan pengelolaan APBD, pengadaan barang dan jasa Pemerintah, serta pelayanan perizinan.

Dengan kegiatan ini diharap pemerintah daerah bisa langsung mempelajari keberhasilan daerah lain yang telah menjalankan prinsip- prinsip 'good governance', seperti Gubernur Jawa Barat yang berbagi pengalaman mengenai daerah yang dipimpinnya.

"Dari pengamatan KPK, ketiga sektor yang tersebut merupakan titik paling rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Karena itu, perbaikan tata kelola di ketiga sektor tersebut diharapkan dapat menutup peluang terjadinya tindak pidana korupsi di lingkup pemerintah daerah," Kata Alexander.

Sementara TPP menurutnya, menjadi hal yang perlu jadi perhatian guna menunjang keberhasilan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik di daerah.

Selain itu, "KPK percaya pemanfaatan teknologi sistem infornasi dalam tata kelola pemerintahan daerah dapat menjadi salah satu cara mempersempit peluang terjadinya korupsi di lingkungan pemerintah daerah," imbuhnya.

Hadir pada Kegiatan Kasi Wil. 1 Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Astuti Saleh, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Direktur Investigasi BUMN/ BUMD pada Deputi investigasi BPKP Alexander Rubi Setyoadi, serta jajaran FKPD Sumbar. ( Dikutif Humas Kota Bogor )