Beranda >

Berita > Pemkot Bogor akan Merespons Tuntutan Buruh Cabut PP 78/2015


11 November 2016

Pemkot Bogor akan Merespons Tuntutan Buruh Cabut PP 78/2015

Penolakan Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan Nomor 78 Tahun 2015 dilakukan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Jawa Barat Kamis (10/11/2016) dengan aksi demontrasi di depan Balaikota Bogor. Unjuk rasa tersebut meminta rekomendasi dari Wali Kota Bogor Bima Arya untuk mencabut PP 78/2015 yang dinilai tidak menguntungkan bagi pekerja.


Ketua SPN Kota Bogor Budi Mudrika mengatakan, ia meminta rekomendasi pencabutan PP 78/2015 terkait pengaturan tentang UMK yang formulasi kenaikan UMK-nya dinilai tidak sesuai harapan. SPN telah melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2016 sekitar 21 persen atau naik sekitar Rp 650 ribu tetapi dengan PP 78/2015 KHL hanya naik sekitar Rp 200 ribu saja. Ia juga meminta untuk tidak diberlakukannya upah khusus atau upah dibawah upah UMK.

"UMK sekarang 3.022.765 kalau menggunakan PP 78/2015 upah hanya naik Rp 200 ribu saja sedangkan harapan kami upah bisa naik sekitar Rp 3,7 juta," ujarnya seusai audiensi. Para pengunjuk rasa diterima langsung oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, Asisten Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Erna Hernawati dan  Kepala Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi (Disnakersostran) Kota Bogor Annas S. Rasmana.

Annas mengatakan, Wali Kota merespon baik aspirasi buruh mengenai penolakan PP 78/2015 yang tentunya harus dikaji ulang dan disempurnakan serta pelaksanaannya harus hati-hati. Terkait upah khusus Pemkot pada prinsipnya juga menolak adanya upah khusus. Namun hal tersebut silahkan dinegosiasikan dengan Dewan Pengupahan Kota (DPK) karena ada mekanismenya wali kota tidak bisa langsung.

"Baru setelah ada hasilnya dinegoisasikan kembali dengan pemerintah dan pengusaha yang dalam hal ini juga meliputi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor,"

Annas menuturkan, dilibatkannya BPS karena sekarang dalam menghitung KHL tidak lagi melakukan survei tetapi menggunakan data lokal BPS untuk KHL dan data pusat untuk UMK. Dan akan diselesaikan Senin (14/11/2016) mendatang nanti. Jika tidak ada kesepakatan akan disampaikan sesuai dengan pandangan aspirasi yang muncul dari tiga pihak Apindo, SPN, dan Pemkot untuk nanti diputuskan Gubernur.

"Terkadang Gubernur punya angka sendiri dari usulan kami (menaikan-red) sehingga UMK Kota Bogor tercatat lebih besar dibanding kota lain," tutur Annas.

Untuk diketahui penghitungan UMK berdasarkan PP 78/2015 berdasarkan angka inflasi 3,07 persen dan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 persen sehingga jika ditotal menjadi 8,25 persen.

UMK Buruh saat ini 2016

Rp 3.022.765 x 8,25 persen = Rp 3.272.143 atau naik Rp 249.378
di 2017.

Sementara perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2015
Rp 2.420.525 x 8,25 persen = Rp 2.620.218 atau naik Rp 199.693

Penghitungan KHL harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menentukan UMK. KHL melihat kondisi harga di pasar dengan merujuk pada 60 item kebutuhan hidup sehingga normalnya gaji tidak boleh dibawah KHL dan minimalnya sesaui dengan UMK yang sudah ditentukan. (fla/agus-eto)