Beranda >

Berita > Orasi Ahmad Syafii Maarif Dalam Rangka Dies Natalies IPB ke-51


22 September 2014

Orasi Ahmad Syafii Maarif Dalam Rangka Dies Natalies IPB ke-51

Masih dalam rangkaian acara Dies Natalies IPB ke-51, diadakan sidang terbuka dan sekaligus mendengar orasi dari Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, MS bertempat di Graha Widya Wisuda Kampus IPB Darmaga (22/9). Hadir seluruh mahasiswa-i baru IPB, rektor, dekan, dan seluruh jajaran staf pengajar IPB. Kepala Dinas Pertanian Azrin Syamsudin juga hadir.

Sebelum orasi, Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc berkesempatan memberi sambutan dan paparan mengenai apa yang sudah dicapai IPB selama ini.

Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc dalam paparannya menjelaskan pentingnya peran IPB sebagai salah satu kampus yang berfokus dibidang pertanian bagi Indonesia yang adalah negara agraris. Sampai September 2014 tidak kurang dari 122.932 lulusan IPB yang bertebaran dalamberbagai bidang dan profesi.

ipb51

“Berdasarkan survey Ranking Web of Universities, IPB menempati peringkat ke-4 universitas terbaik di Indonesia, dan ada di posisi 813 dunia”, jelas Rektor IPB, “dan berdasar QS Top Universities IPB tercatat menempati posisi 150-200 perguruan tinggi terbaik didunia”.

“Ada 4 program studi yang mendapat akreditasi internasional yaitu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, ketiganya mendapat akreditasi AUN-QA”, lanjut Herry, “dan Ilmu dan Teknologi Pangan mendapat akreditasi IUFoST dan IFT dari Amerika Serikat”.

“Begitupun dalam hal inovasi, dalam kurun waktu tahun 2008-2014 ada 278 inovasi atau 38,55% dari 721 inovasi Indonesia paling prospektif”, papar Herry lebih lanjut.

“Untuk staf pengajar, ada 3 dosen IPB yang mendapat Anugrah Inovasi dan Prakarsa Jawa Barat 2014, yaitu Prof. Dr. Erliza Hambali, Prof. Dr. Made Astawan dan Dr. Siti Nikmatin. Prof. Dr. Erliza Hambali juga mendapat Penghargaan Energi Prakarsa 2014 dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral”, jelas Herry lagi.

Sedangkan Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, MS dalam orasinya yang bertajuk ‘Pendidikan Karakter, Kelakuan Elite, dan Wajah Petani Kecil Indonesia’ menyoroti beberapa hal. Diantaranya kelemahan kultural yang menggangu pembangunan peradaban dimana terbentang jurang yang lebar antara gagasan filosofis besar dan bukti konkrit dalam kehidupan nyata dan pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila sebagai gagasan filosofis terbesar bangsa ini tetapi wajah Indonesia setelah 70 tahun merdeka justru semakin menjauh.

“Karakter adalah sesuatu yang sangat bernilai”, jelas Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, MS, “apabila suatu bangsa sudah kehilangan karakter, sama artinya dengan kehilangan segalanya”.

“Dan Indonesia saat ini berada dalam posisi yang kritis, sehingga permasalahan karakter bangsa harus mendapat perhatian yang serius”, lanjut Maarif, “reformasi yang sudah berusia 16 tahun dirasa sudah mati suri, kolusi dan nepotisme masih banyak terjadi”.

“Konsep karakter mengandung nilai-nilai utama yaitu kualitas moral dan etika, kualitas kejujuran, keuletan, keberanian dan integritas”, papar Maarif.

Di Indonesia, nasib rakyat kecil seperti buruh, petani dan nelayan yang memiliki nasib malang seringkali karena keserakahan elit politik, elit ekonomi dan elit birokrasi. Juga karena perundang-undangan yang bercorak kapitalistik.

Dan sekarang coba lihat mengapa Indonesia yang negara agraris masih saja dilanda krisis pangan, kelaparan dan kekurangan gizi? Tanya Maarif, “dimana wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?”

Tetapi sekiranya sumber daya manusia terdidik dibidang pertanian difungsikan secara optimal, maka kita optimis krisis pangan dapat diatasi. “IPB harus berdiri digaris depan untuk memberi arah lurus bagi pembangunan pertanian di negara agraris ini”, pesan Maarif.

Dalam penutup orasinya Maarif menyimpulkan sistem pendidikan nasional sebagai kelanjutan sistem pendidikan kolonial belum mampu menghasilkan para pemimpin dan elit bangsa dengan karakter kuat yang memiliki ciri kualitas moral dan etika yang prima, kejujuran yang tahan uji, ulet dan disiplin dalam berusaha, berani mengambil keputusan, dan integritas pribadi yang tidak diragukan. “Semua nilai mulia itu baru terlihat pada arus kecil dikalangan anak bangsa, kepada merekalah harapan banyak ditumpahkan”, tutup Maarif. (sisco sirait)