Beranda >

Berita > Bima : Berhijab Harus Cantik Luar Dalam


17 Juni 2017

Bima : Berhijab Harus Cantik Luar Dalam

Hijabers mom Community (HmC) Bogor menggelar tasyakuran milad HmC ke-5 dengan menyantuni 110 anak yatim Sabtu (17/06/2017) di Istana Ballroom Hotel Salak the Heritage. Tak hanya tasyakuran, untuk memeriahkan Milad HmC turut digelar fashion show dari para desainer asal Kota Bogor dan pertunjukan dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Ketua Hmc Bogor Susi Lubis menyatakan, tasyakuran ini bentuk dari aplikasi atas pemahaman agama untuk saling berbagi dengan sesama. Pasalnya HmC bukan hanya sekadar organisasi wanita dengan anggota yang berhijab dan sudah menjadi ibu, namun juga sebagai organisasi sosial, pendidikan dan parenting. “Banyak kegiatan-kegiatan sosial yang merupakan program rutin HmC,” ujarnya.

Ia menuturkan, kegiatan pengajian dan berbagi nasi menjadi salah satu kegiatan rutin HmC. Berbagai nasi bungkus selalu dilakukan setiap Jumat sebelum Shalat Jumat dengan membagikan nasi bungkus kepada tukang becak, pemulung, anak yatim, fakir miskin di daerah terpencil dan ke Sekolah Luar Biasa (SLB). “Kalau jumlah nasi bungkus yang dibagikan tergantung dari dana yang didapat dari sumbangan sesama komite dan anggota HmC,” terangnya.

Kegiatan sosial lainnya, lanjut Susi, yakni menyumbangkan baju layak pakai bagi yang membutuhkan, seperti ke korban bencana alam. HmC juga berjualan baju di Car Free Day yang uang hasil penjualan masuk ke kas sosial. Tidak berhenti sampai disitu, komunitas yang sebagian anggotanya para desainer ini memberikan pelatihan membuat bros ke kampung-kampung. Dengan target agar ibu-ibunya bisa mendapatkan pemasukan dari hasil penjualan bros.

“Rencana program lainnya HmC akan ke sekolah-sekolah untuk mengkampanyekan Gerakan Anti Miras ke anak-anak sekolah, mengingat Miras memberikan dampak buruk bagi peminumnya. Sekaligus ia berharap kedepan semakin banyak warga Kota Bogor yang berhijab secara utuh. Cantik luar dan cantik di dalam (hatinya-red),” imbuhnya.

Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, di tahun 1991 saat dirinya masih SMA tidak ada satu temannya yang memakai hijab. Kemudian ada seorang teman perempuan yang ingin mengenakan hijab namun dilarang Kepala Sekolah. Dengan berani anak tersebut menggugat di pengadilan dan menang. “Dulu perjuangan untuk pakai Jilbab luar biasa. Alhamdulillah sekarang hijab itu sudah menjadi kewajaran dan kalau tidak pakai hijab malah jadi aneh. Contohnya di kampus IPB yang pakai hijab hampir 99 persen,” katanya.

Bima menjelaskan, hijab itu menjadi simbolis dari Islam sementara Sholat, Zakat, Puasa itu ritual keagamaan Islam. Nah, maka sejauh mana simbolis dan ritual ini turut diiringi dengan keshalehan sosial, ibadah bukan untuk diri sendiri. Kesadaran berhijab seimbang dengan kecantikan luar dan dalam. Hal ini karena ia banyak menemukan hal-hal Anomali. Diluar berhijab tetapi masih suka ghibah, tidak mengeluarkan Zakat, kikir dalam bersedekah, dan lainnya.

“PR (pekerjaan rumah) kita untuk menselaraskan hal simbol, ritual dan dimensi sosial. Karena dengan begitu akan menuju kepada umat Islam yang Kaffah, total, komprehensif dan seimbang. Saya berharap HmC menjadi yang terdepan dalam mengajak warga berakhlakul karimah,” pungkasnya (fla/indra) SZ