Beranda >

Berita > Wagub Demiz Minta Perekaman Data KTP-El Dipercepat


25 Juli 2017

Wagub Demiz Minta Perekaman Data KTP-El Dipercepat

BANDUNG – Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) meminta agar Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Barat mempercepat perekaman data Wajib KTP untuk pembuatan KTP Elektronik (KTP-El). Hal tersebut dia ungkapkan pada pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil se-Jawa Barat di Hotel Sany Rosa, Jl. Hegarmanah No. 2A, Kota Bandung, Senin (24/7/17).

 

Menurut Demiz hal tersebut penting dilakukan, sehingga target perekaman data bisa selesai pada tahun ini. Selain itu, pembuatan KTP-El juga untuk mendukung suksesnya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 di Jawa Barat.

 

Berdasarkan Data Konsolidasi Bersih (DKB) per 31 Desember 2016, tercatat jumlah penduduk Jawa Barat sebanyak 43,74 juta jiwa, sedangkan agregat Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) untuk Pilkada Serentak 2018 di 16 Kabupaten/Kota dan satu Provinsi, yaitu sebanyak 31,76 juta orang. Terdiri dari 16,08 juta pemilih pria dan 15,68 juta pemilih wanita. Artinya, terdapat lebih dari 72% penduduk yang akan menjadi pemilih dalam Pilkada Serentak Tahun 2018 di Jawa Barat.

 

Namun, hingga bulan Februari 2017 masih terdapat sekitar 1,37 juta penduduk Wajib KTP yang belum melakukan perekaman KTP-Elektronik, sedangkan yang belum dicetak KTP-Elektroniknya sebanyak 1,43 juta orang. Ada pula datanya tidak tunggal dan sebagian gagal rekam, serta datanya masih dalam proses penunggalan.

 

Selain Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pilkada Serentak 2018 di Jawa Barat juga akan diikuti oleh 16 (enam belas) Kabupaten/Kota yang meliputi 6 (enam) Kota, yaitu Bandung, Bogor, Cirebon, Sukabumi, Banjar, dan Bekasi, serta 10 (sepuluh) Kabupaten yaitu Bogor, Purwakarta, Sumedang, Subang, Bandung Barat, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Garut, dan Ciamis.  

 

“Saya sangat berharap agar melalui kegiatan Rakor ini dapat terjalin komunikasi dan koordinasi yang lebih erat dan sinergis antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota dengan Dinas Provinsi serta Direktorat Jenderal Kemendagri, sehingga dapat dihasilkan solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala yang ada di lapangan secara bersama-sama,” kata Demiz dalam sambutannya.

 

Demiz juga menekankan agar Instansi Pelaksana terkait dapat segera menyelesaikan pemutakhiran Kartu Keluarga. Kata Demiz data tersebut bisa menghasilkan database kependudukan yang akurat dan mutakhir untuk mencapai target cakupan Akta Kelahiran anak usia 0 - 18 tahun sebesar 85% pada akhir 2017.

 

Berdasarkan hasil konsolidasi Semester II 2016, cakupan Akta Kelahiran di Jawa Barat sebanyak 7,66 juta orang atau sekitar 57,5% dari jumlah anak usia 0 s.d 18 tahun sebanyak 13,3 juta orang. Untuk itu, Demiz mengatakan Disdukcapil dan instansi terkait harus fokus pada dua hal. Pertama, anak yang sama sekali belum memiliki Akta Kelahiran. Dan kedua, anak yang sudah memiliki namun penerbitannya tidak menggunakan aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), sehingga datanya belum masuk dalam database Kependudukan.

 

“Saya juga mendorong seluruh Instansi Pelaksana di Jawa Barat untuk senantiasa menyamakan visi serta terus memperkuat komitmen dan internal organisasi, dalam rangka menghadirkan pelayanan Administrasi Kependudukan,” ujar Demiz.

 

Lanjut Demiz, hal tersebut sesuai dengan paradigma pelayanan prima, yaitu pelayanan 10 menit, 30 menit, 50 menit dan paling lama satu hari mesti jadi atau kita sebut Program Semedi. Untuk pelayanan dokumen Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Surat Pindah, dan Kartu Keluarga.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Dukcapil Jawa Barat Abas Basari mengungkapkan penyebab masih banyaknya penduduk Jawa Barat yang belum melakukan perekaman. Hal ini karena masih terbatasnya sarana dan prasarana.

 

Sarana dan prasarana tersebut meliputi jumlah printer masih belum sesuai kebutuhan, alat perekam banyak yang tidak berfungsi, terbatasnya sumber daya manusia dari segi kualitas dan kuantitas, terbatasnya anggaran, serta sering terjadinya gangguan jaringan dan pendistribusian (dikutip Humas Kota Bogor )