Beranda >

Berita > Sekda : Identifikasi dan Analisis Resiko Setiap Kegiatan


21 September 2018

Sekda : Identifikasi dan Analisis Resiko Setiap Kegiatan

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat mengatakan, Focus Group Discussion (FGD) ini diselenggarakan agar Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di masing-masing perangkat daerah dapat memahami tata cara penilaian resiko dengan cara melakukan identifikasi dan analisis resiko dalam merencanakan dan menyusun kegiatan sesuai tupoksinya..

Hal tersebut diungkapkan Ade saat membuka kegiatan FGD Penyusunan Identifikasi resiko dalam pencapaian level 3 maturitas SPIP bagi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jumat (21/09/2018).

Ade mengatakan, saat ini SPIP Pemkot Bogor berada pada level 1 atau level rintisan. Artinya, sudah ada praktek pengendalian intern, tetapi pendekatan resiko dan pengendaliannya masih bersifat ad-hoc. Akibatnya, masih ada kelemahan-kelemahan dalam penyusunan perencanaan yang tidak teridentifikasi dan hal ini tidak disadari oleh para pegawai.

“Kondisi tersebut sangat berpotensi memunculkan kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan, baik yang bersifat administratif maupun pelanggaran hukum di tahap penjabaran program atau pelaksanaan kegiatan,” paparnya.

Oleh karena itu, pengendalian intern perlu diterapkan secara konsisten, agar tidak ada resiko besar yang harus dihadapi di tahap pelaksanaan kegiatan.

Langkah pertama yang perlu dilakukan kata Sekda adalah menganalisa dan mengidentifikasi resiko yang ada pada setiap perencanaan kegiatan dan selanjutnya menyusun rencana tindak pengendalian dari resiko yang telah ditetapkan.

Terlepas dari hal-hal teknis SPIP yang perlu dipahami pada dasarnya setiap aparatur terutama di jajaran pimpinan dan para penyusun program, perlu lebih intensi mencegah kemungkinan munculnya kesalahan-kesalahan termasuk kesalahan administratif pada setiap kegiatan yang dilakukan.

“Ini merupakan langkah preventif yang memang sudah seharusnya dilakukan dan langkah preventif tersebut disusun agar tidak menimbulkan keraguan kepada mereka yang akan melaksanakan setiap kegiatan,” jelasnya.

Pada dasarnya kata Ade, pegawai di lingkungan pemerintah bekerja atas dasar ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan. Di dalam koridor ketentuan hukum itulah seluruh aparatur pemerintah bekerja. Pelanggaran terhadap garis-garis batas koridor hukum yang telah dibuat tentu dapat dinilai sebagai bentuk kesalahan dan akibatnya bisa sangat fatal. Namun demikian garis-garis batas koridor hukum tersebut diharapkan tidak sampai membuat aparatur menjadi kaku dan tidak dapat berinovasi pada saat melaksanakan kegiatan.

Ade menyebutkan, dengan memahami setiap ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi dasar tindakan pada setiap program atau kegiatan, justru dapat membuat aparatur bisa berinovasi atau berkreasi dalam pelaksanaan kegiatan tanpa harus disertai perasaan was-was akan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan.

Namun demikian, setiap pemikiran inovatif atau kreativitas yang akan diterapkan, hendaknya dikomunikasikan dan dikaji bersama dengan baik terutama kepada pimpinan dan mitra kerja lainnya.

Komunikasi dan diskusi intern merupakan langkah inovatif dan kreatif. Sejatinya merupakan akar tindakan dalam mengidentifikasi dan menganalisis yang perlu dihadapi pada tahapan setiap program kegiatan.

Dengan demikian jelas bahwa sistem pengendalian internal wajib diterapkan dengan cara mempelajari setiap ketentuan hukum yang berlaku agar aparatur dapat memahami garis-garis batas koridor hukum. (Humpro : Tria/Met-SZ)