Beranda >

Berita > TPPAS Lulut Nambo Belum Rampung, Pemkot Bogor Siapkan Perpanjangan Kerjasama dengan Galuga


14 November 2019

TPPAS Lulut Nambo Belum Rampung, Pemkot Bogor Siapkan Perpanjangan Kerjasama dengan Galuga

Wali Kota Bogor Bima Arya meninjau Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Kamis (14/11/2019).

Peninjauan lapangan tersebut dilakukan Bima Arya untuk melihat secara langsung progres pembangunan TPPAS Lulut Nambo untuk kemudian disusun langkah-langkah dalam pengelolaan sampah.

"Kita harus menyesuaikan dengan rencana pengelolaan sampah di Kota Bogor. Kita sudah terikat perjanjian yang dilakukan dengan 4 daerah lain di Nambo ini. Ada Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Tangerang Selatan dan Kota Depok. Dalam perjanjian juga, Kota Bogor harus mensuplai minimal 500 ton sampah per hari," ungkap Bima.

Kunjungan tersebut juga, kata Bima, untuk menanyakan kejelasan mengenai progres pembangunan TPPAS Lulut Nambo lantaran mulai tahun depan perjanjian kerjasama dengan TPA Galuga akan habis.

"Kita harus hitung apakah perpanjang atau tidak dengan Galuga. Tapi setelah saya lihat ke sini, kelihatannya (TPPAS Lulut Nambo) belum akan rampung dalam waktu dekat. Artinya masih haus diperpanjang di Galuga," jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, Bima Arya menyatakan akan melakukan komunikasi dengan Pemprov Jawa Barat, khususnya kepada Gubernur Ridwan Kamil.

"Saya akan komunikasi dengan provinsi, dengan Pak Gubernur. Selesainya kapan? kalau bisa diprediksi akhir tahun depan paling cepat akan selesai di Nambo ini. Artinya kita harus siapkan perpanjangan di Galuga. Tapi kalau ada ketidakpastian di sini, terkait dengan ini kami harus punya skenario lain," tandasnya.

Bima menyebut akan melakukan perpanjangan kerjasama dengan TPA sekitar dua tahun lagi. "Sementara kita maksimalkan di Galuga. Kan banyak juga investasi yang mau masuk di Kota Bogor untuk pengolahan. Karena kami sudah terikat di Nambo, kami tahan dulu. Begitu kami ada kejelasan dari provinsi tentang propek Nambo nanti akan kita putuskan. Kalau memang akan jelas di sini otomatis, investasinya akan kita tahan dulu," katanya.

"Tapi kalau di Nambo juga belum jelas, barangkali kita akan fokus untuk pengembangan di Galuga. Membuka investasi ke Galuga karena lahan Pemkot ada sekitar 37 hektar di sana. Atau opsi lain adalah pengolahannya berjalan bersama-sama, baik di Nambo maupun di Galuga," tambah dia.

Dalam peninjauan itu, Bima Arya didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor Elia Buntang, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Anggraeni Iswara dan Kepala Bagian Hukum Alma Wiranta.

Elia mengatakan, produksi sampah di Kota Bogor mencapai 600 ton per hari. "Tapi volume sampah yang dibawa ke TPA sudah di bawah 500 ton karena sebagian sudah diolah di wilayah lewat TPS3R dan Bank Sampah. Kita perlu meninjau ulang kembali, kalau ini sudah operasional kita tidak mungkin memenuhi kuota yang diharuskan 500 ton itu lagi," ujar Elia.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksatriadji mengatakan, progres pembangunan TPPAS Lulut Nambo sudah mencapai 60 persen. Pemerintah Provinsi Jabar menargetkan akan rampung pada pertengahan 2020.

"Tapi kelihatannya tidak akan terkejar. Kendalanya bisa tanya ke Jabar, mereka yang mengerjakan. Kami mengharapkan segera. Depok saja sudah kewalahan karena TPA Cipayung sudah over kapasitas," katanya.

Untuk diketahui TPPAS Lulut Nambo mulai direncanakan pada 2002 melalui kajian Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC). Ini diprakarsai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat kemudian menindaklanjutinya melalui penyusunan dokumen perencanaan, meliputi studi kelayakan, desain perencanaan rinci (DED), analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), serta dokumen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sekitar lokasi TPPAS.

TPPAS yang terletak di Desa Lulut dan Desa Nambo ini akan memproses sampah dari wilayah Kabupaten (600 ton), Kota Bogor (500 ton), Kota Depok (700 ton) dan Kota Tangerang Selatan (500 ton). "Karena TPPAS ini bisa beroperasi minimal harus ada 2.300 ton/hari," kata Pandji.

Pembangunan TPPAS ini telah selesai dilakukan untuk tahap pembangunan infrastruktur dasar dengan biaya APBN, meliputi pembangunan sanitary landfill dan ipal. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang masih terus dilaksanakan secara bertahap sesuai alokasi yang tersedia dalam APBD Pemda Provinsi Jawa Barat. Di antaranya meliputi pembangunan jalan akses dan jalan operasi, serta pembangunan pagar dan pintu gerbang.

Pembangunan instalasi pengolahan sampah ini dilakukan melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan badan usaha pemenang lelang, yaitu PT Jabar Bersih Lestari (JBL). Pemilihan mitra kerja sama ini dilakukan secara transparan dan akuntabel, sehingga diperoleh badan usaha yang benar-benar mampu secara finansial, mempunyai kompetensi teknis dan teknologi handal, serta aman bagi lingkungan.

Pengolahan sampah akan mengadopsi teknologi mechanical biological treatment (MBT). Dimana sampah diolah untuk menghasilkan bahan bakar alternatif pengganti batu bara atau lazim disebut refuse derived fuel (RDF) yang digunakan oleh industri semen. (Humpro :adt/arvan/pri)