Beranda >

Berita > Bima Arya Jadi Pemateri Dihadapan Puluhan Calon Jenderal TNI/Polri


27 Juli 2020

Bima Arya Jadi Pemateri Dihadapan Puluhan Calon Jenderal TNI/Polri

Wali Kota Bogor Bima Arya menjadi salah satu pembicara dalam kuliah daring bagi Siswa Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi (Sespimti) Polri Dikreg ke-29 di Balaikota Bogor, Senin (27/7/2020).

Dalam kegiatan yang diikuti 86 peserta calon jenderal dari TNI/Polri ini Bima Arya mengusung tema Kepemimpinan Strategis. Bima Arya juga diminta untuk berbagi kisah seputar pengalamannya sebagai ‘alumni’ Covid-19 sekaligus bedah buku ‘Positif!’ yang ditulis langsung oleh Bima Arya.

Salah satu siswa Sespimti Komisaris Besar Polisi Arif Rachman yang hadir secara langsung ke Balaikota Bogor mengungkapkan, bahwa ada beberapa alasan para siswa Sespimti Dikreg ke-29 menghadirkan Bima Arya sebagai pembicara.

“Kami dari siswa Sespimti Dikreg 29, memang pada awalnya memiliki tiga alternatif judul buku yang akan dibedah. Pada perkembangannya, kami melihat suatu hal yang menarik dari bukunya Bapak Wali Kota Bogor ini. Pertama beliau adalah penyintas artinya pasien yang berhasil sembuh dari Covid dan isunya sangat kekinian,” ungkap Arif yang pernah menjabat sebagai Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta dan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Kalimantan Barat ini.

Arif menambahkan, aspek lainnya dari sosok Bima Arya adalah terkait kepemimpinannya. “Ini yang kita akan akomodir dan adopsi bahwa kepemimpinan seorang Wali Kota Bogor di mana di sini pun ada objek vital negara, masyarakatnya heterogen tapi beliau masih mampu untuk mengendalikan pemerintahan dalam kondisi yang sangat terpuruk dalam kondisi Covid, bahkan menjadi pasien positif,” ujarnya.

“Ini juga sejalan dengan tema pendidikan Sespimti, yakni Kepemimpinan Strategis. Bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan yang tepat dalam kondisi yang serba salah, harus ada keseimbangan antara ekonomi dan kesehatan. Ini kondisi yang paradoks, saling bertabrakan sehingga bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan yang deterministik, yang tepat, di tengah situasi seperti saat ini,” tambahnya.

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Wakapolres dan Kasat Reskrim di Polresta Bogor Kota ini menjelaskan, bahwa peserta yang mengikuti materi yang disampaikan oleh Bima Arya ada 86 orang.

“Pesertanya adalah siswa Sespimti di Lemdiklat Polri. Ada 86 orang yang terdiri dari TNI/Polri dan Kejaksaan. Dengan rincian 17 peserta dari TNI, 1 dari Kejaksaan dan sisanya dari Polri. Pesertanya ini sudah melalui seleksi yang cukup ketat dan berasal dari seluruh Indonesia. Semuanya berpangkat Kolonel TNI dan Kombes Polisi dan mengikuti pendidikan selama 7 bulan,” jelas Arif.

Sementara itu, Bima Arya dalam paparannya mengatakan, bahwa di tengah pandemi ini kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang kolaboratif. “Walikota, bupati gubernur tidak bisa sendiri. Pemimpin yang senang memimpin dengan cara tertutup, tidak menerima masukan, tidak akan bisa. Syarat utamanya hari ini adalah kita harus mendengar dari para pakar,” ujar Bima.

“Kota Bogor punya tim epidemiologi khusus, pakar penyakit menular yang terus kita minta analisisnya, sehingga semua langkah kita didasarkan itu. Kita juga mendengar saran-saran dari ekonom, saran dari para peneliti, saran dari pelaku usaha dan lain-lain. Dan saya juga bangga melihat rekan-rekan kepala daerah ada Gubernur DKI, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah yang sangat terampil untuk membangun kolaborasi tadi,” tambahnya.

Di situasi seperti saat ini, lanjut Bima, diperlukan pendekatan yang kolaboratif agar bisa bahu membahu memenangkan pertarungan melawan Covid-19.

“Saya berterimakasih bagaimana Gubernur Jabar Kang Emil memberikan bantuan untuk PCR test, saya berterimakasih kepada Gubernur DKI Mas Anies yang memberikan bantuan bus untuk mengangkut ribuan warga Bogor yang bekerja di Jakarta. Inilah eranya kolaborasi. Jadi, saya melihat sekali lagi hanya pemimpin yang punya semangat kolaboratif yang hari ini masih bisa memiliki peran dan memiliki arti. Dan saya kira ke depan, kita juga akan melihat bagaimana kita semakin memerlukan pendekatan yang kolaboratif semacam itu,” jelasnya.

Terkait Covid-19, kata Bima, virus ini ini bukan hanya sekadar ujian kesehatan, tapi ini adalah ujian keimanan bagi kita semua. “Kenapa saya yang harus terkena? Jawabannya adalah ini adalah takdir Allah. Allah itu sudah punya ‘peluru’ yang akan ditembakan kepada siapa saja. Saat itu, mungkin peluru itu ditembakan kepada wali kota. Dan itu saya yakini pasti ada skenario dari Allah. Allah meminta wali kotanya supaya merasakan dulu. Allah meminta wali kota untuk lebih menghayati apabila kemudian ada program-program yang bisa menyelematkan sebanyak mungkin nyawa manusia,” ungkap Bima.

“Mengapa banyak jenazah yang ditolak? mengapa banyak orang yang percaya teori konspirasi? Mengapa hari ini banyak orang yang membangkang pemerintah, tidak mau mengikuti anjuran pemerintah? Menurut saya karena tingkat keimanan kita berbeda-beda. Kalau kita memaknai ini sebagai ujian keimanan, bahwa setiap masa selalu ada ujung dan cobaannya, dan Tuhan menciptakan itu untuk menguji siapa yang paling beriman,” katanya.

“Saya sedih melihat bagaimana sekarang teori konspirasi sudah merasuk bukan saja kepada artis, kepada aktivis, tetapi kepada pedagang pasar, kepada warga di tingkat RT/RW, yang menurut mereka ini adalah konspirasi dan menganggap Covid tidak ada. Ini menurut saya persoalan keimanan. Jawabannya adalah menguatkan keimanan,” pungkasnya. (prokompim)