Beranda >

Berita > Pemkot Bogor Tambah Penerima Bansos Tunai Hingga 23.000 KK


05 Juni 2020

Pemkot Bogor Tambah Penerima Bansos Tunai Hingga 23.000 KK

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menargetkan 23.000 KK Non DTKS mendapatkan bantuan sosial tunai (BST) APBD Kota untuk warga yang terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Tahap I Pemkot bekerja sama dengan PT Kantor Pos telah menyalurkan BST APBD Kota Non DTKS sebanyak 16.987 KK atau sebesar 84 persen dari 19.904 KK. Di Tahap II, Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bogor sementara ini mengajukan tambahan 3.096 KK penerima BST Juni-September.

“Pengajuan tambahan 3.096 KK tahap II asumsinya apabila 19.904 KK tahap I terserap semua, jadi jumlahnya 23.000 KK. Sementara ini baru terdistribusi sekitar 84 persen, sisanya 16 persen tidak bisa direalisasikan. Nanti setelah konsolidasi data Dinsos dengan Kantor Pos yang tidak terserap akan diganti dengan data usulan baru warga tidak mampu yang memenuhi syarat,” kata Kepala Bidang (Kabid) Data Informasi dan Penyuluhan Dinsos Kota Bogor, Sumartini, Jumat (5/6/2020).

Menurutnya, 16 persen belum direalisasikan dari jumlah 19.904 KK rata-rata dikarenakan penerima ganda (double) dengan sumber bantuan lain.

“Contohnya di Kelurahan Panaragan dari 455 KK, 414 KK yang diserap, 41 KK double bantuan. Jadi, memang tidak 100 persen realisasinya,” katanya.

Untuk mekanisme penyaluran BST APBD Kota tahap II rencananya sama seperti tahap I dengan menerapkan protokol kesehatan. Nantinya penerima bantuan datang ke kelurahannya masing-masing menukarkan wesel pos dengan uang tunai.

“Besarannya juga sama Rp 500 ribu per keluarga selama 4 bulan. Jumlah Sementara kami usulkan 3.096 KK. Kita inginnya yang double di tahap I dialihkan di tahap II,” sebut Sumartini.

Saat ini kata dia, pihaknya sedang mengumpulkan wesel pos dari kelurahan karena sebagian kelurahan belum mengumpulkan wesel pos. Sementara untuk yang tidak terserap wesel pos akan dikembalikan (return) ke kantor pos.

“Siang ini kami akan rekonsiliasi data dengan Kantor Pos, sebetulnya berapa sih yang sudah diserap Kantor Pos. Kemudian nanti bisa berhitung berapa jumlah realisasi akhirnya agar yang tidak terserap bisa dikembalikan ke kas daerah,” ujarnya.

Lebih lanjut Sumartini menerangkan, data penerima bansos berasal dari dua data, yakni DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan Non DTKS. DTKS merupakan data yang disusun Kemensos, sedangkan Non DTKS data yang diusulkan Pemda yang diambil 40 persen dari warga miskin di Kota Bogor.

Ia merinci data penerima bansos dari DTKS, PKH 20.466 KPM (Keluarga Penerima Manfaat), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) 35.933 KPM, BPNT Perluasan 24.183 KPM, Bansos Tunai Kemensos 2.849 KPM dan Bansos Provinsi Jawa Barat 8.046 KPM.

“Finalisasi data DTKS dilakukan Januari 2020. Jadi data finalisasi provinsi sudah menggunakan tahun 2020. Permasalahannya memang ada double bantuan, karena Januari sampai April banyak sumber bantuan lain,” kata Sumartini.

Sementara data penerima bansos dari Non DTKS, Bansos tunai Kemensos 26.417 KK, Bansos Provinsi Jawa Barat 39.221 KK, Bansos Kota Tahap I 19.904 KK (April-Juli), Bansos Kota Tahap II 3.096 KK (Juni-September) dan Jaga Asa 827 KK.

Dia mengakui kesalahan teknis data terjadi di semua daerah. Pasalnya, bantuan ini secara bersamaan dengan jumlah yang banyak.

Ia menghimbau kepada penerima jika sudah menerima bantuan agar dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs). Ke depan rumah tinggal penerima bantuan akan ditempelkan stiker sebagai tanda sudah menerima bantuan.

Agar benar-benar tepat sasaran, Dinsos akan merancang Perwali mengenai Keluarga miskin Kota Bogor turunan dari Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. “Karena indikator miskin di kota dan di desa itu berbeda,” ujarnya. (Prokompim)