Beranda >

Berita Wilayah > Menteri Sofyan Djalil Minta Bima Arya Bantu Kementerian ATR/BPN


09 November 2019

Menteri Sofyan Djalil Minta Bima Arya Bantu Kementerian ATR/BPN

Wali Kota Bogor Bima Arya diminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk membantu merumuskan kebijakan terkait tata ruang, khususnya soal wacana penghapusan IMB dan Amdal.

Sofyan mengajak Bima Arya bergabung dalam sebuah tim khusus yang bertugas mengkaji dan memberi masukan kepada menteri terkait mana saja peraturan atau perizinan tumpang tindih antara pemerintah daerah, provinsi maupun pusat agar bisa dipangkas. Hal ini dilakukan untuk mendongkrak investasi sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo.

"Diskusi ini bagian dari ide dan wacana investasi lebih mudah salah satunya terkait dengan IMB dan Amdal terutama dikaitkan dengan RDTR. Nanti akan dilanjutkan pembahasan dalam meja bundar. Kemudian Pak wali kota (Bima Arya) karena sudah berpengalaman sebagai kepala daerah kita harapkan merumuskan sebuah kebijakan," ujar Sofyan usai diskusi bertajuk ‘Wacana Penghapusan IMB dan Amdal melalui RDTR’ di Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (8/11/2019).

Sofyan menambahkan, dengan dibuatnya tim tersebut diharapkan masalah tata ruang bisa cepat terselesaikan. Karena masalah tata ruang cukup membuat frustasi berbagai pihak.
"Betapa rumitnya masalah ini. Oleh karena itu semua setuju kita sederhanakan perizinan. Karena izin bikin frustasi orang,” jelasnya.

Rancangan kebijakan ini, kata dia, diharapkan bisa rampung dan dikeluarkan pada awal tahun depan. Karena kebijakan ini sudah sangat ditunggu-tunggu oleh Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan investasi. "Mungkin sebelum awal tahun baru kita mulai ada inisiatif baru yang mungkin komplimen terhadap inisiatif pemerintah," katanya.

Sementara itu, Bima Arya dalam diskusi tersebut secara tegas menyatakan penolakan terhadap wacana penghapusan IMB dan Amdal. Bima menilai keduanya masih diperlukan lantaran belum ada sistem pengawasan yang mumpuni.

Selain itu, kata dia, penghapusan kedua izin itu dinilai hanya akan memperburuk penataan pembangunan di daerah. Beberapa di antaranya, ia mencontohkan, seperti munculnya lautan ruko. Belum lagi bangunan belasan lantai kerap muncul tanpa sepengetahuan masyarakat sekitar dan berujung pada penolakan.

“Saya tidak setuju dengan penghapusan IMB. Kalau pertanyaannya bisa diatur oleh RDTR? jawabannya bisa iya, bisa tidak. Tergantung banyak hal. Mengapa saya sampaikan? Karena gini, lautan ruko, PKL, pembangunan banyak yang tidak berpihak pada kebebasan ruang terbuka ," tegas Bima.

Bima tak menampik bahwa sejumlah daerah memang masih lambat dalam memproses perizinan sehingga membuat pengusaha gerah dan enggan berinvestasi. Namun, bukan berarti penghapusan dua perizinan ini dihapus dan malah mengorbankan kualitas hidup masyarakat.

“IMB ribet? ya memang ribet. Apa Amdal lama? memang lama. Di Kota Bogor maksimal 14 hari IMB. Tapi Amdal bisa sampai 6 bulan. Uncertainty (ketidakpastian). Jangan sampai ingin mempermudah investasi tapi semua dimudahkan," jelasnya.

Lebih jauh Bima menyebutkan, terdapat beberapa prinsip dalam menata ulang rezim perizinan, salah satunya penyederhanaan dan keseimbangan.

"Pertama adalah penyederhanaan karena ini terlalu ribet rumit berjenjang. IMB mungkin harus tetap ada tetapi Amdal lain. Amdal lingkungan dijadikan satu paket saja. Lalu bagaimana memperbaiki rezim perizinan karena masih banyak tumpang tindih kewenangan. Lalu yang terakhir adalah masalah mengintegrasikan dari mulai perencanaan hingga pengawasannya. Dari mulai perencanaan hingga pengawasan harus berbanding lurus. Intinya, Pemkot siap mendukung pemerintah pusat,” pungkasnya. (Humpro :adt/pri)