Beranda >

Berita > Jawa Barat Tak Perpanjang PSBB, Bima Arya Perketat PSBB Hingga 26 Mei


16 Mei 2020

Jawa Barat Tak Perpanjang PSBB, Bima Arya Perketat PSBB Hingga 26 Mei

Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Provinsi Jawa Barat (Jabar) tidak akan diperpanjang dan hanya sampai batas waktu yang sudah ditentukan hingga 19 Mei 2020. 

Namun Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyerahkan kepada para Bupati/Wali Kota masing-masing, apakah akan menetapkan PSBB penuh di Kabupaten/Kota atau menerapkan PSBB Parsial di tingkat Desa/Kelurahan.

"Selanjutnya kami menyerahkan kepada Kabupaten/Kota mengenai PSBB ini. Silahkan ajukan ke Gugus Tugas Jawa Barat, 99 persen saya akan menyetujuinya," katanya saat Video Conference Evaluasi PSBB dengan Bupati dan Wali Kota se-Jawa Barat, Sabtu (16/05/2020).

Kang Emil sapaan akrabnya menyatakan, PSBB Bodebek sudah diperpanjang hingga 26 Mei dan saat ini secara umum tren kasus di Jawa Barat membaik. "Tren ini harus terus dijaga. Kasus terkontaminasi per hari ini ada 1.596 kasus, biasanya kasusnya naiknya tapi saat ini kita melandai," ujarnya.

Jawa Barat menempati rangking nasional 23 (peringkat 6 dari 7 provinsi di Jawa -Bali) dengan indeks kasus terkonfirmasi sebesar 32. Artinya setiap 1 juta populasi penduduk Jawa Barat terkonfirmasi terdapat kurang lebih 32 kasus positif Covid-19.

Dari 27 kota dan kabupaten Indeks kasus terkontaminasi Kota Depok paling tinggi, yakni 12,7 per 100 ribu populasi penduduk, Kota Bogor keenam 8,1 per 100 ribu populasi penduduk.

Untuk Indeks test PCR Kota Sukabumi terbanyak 218,1 per 100 ribu populasi Jawa Barat dan Kota Bogor 36,5 per 100 ribu populasi Jawa Barat.

"Harapannya justru semua naik. Mudah mudahan bisa terus ditingkatkan. Kesimpulannya apa yang kita kerjakan selama ini menghasilkan tren turun, karena puncaknya tanggal 12 April lalu," kata Kang Emil.

Selain itu Gubernur menjelaskan, angka reproduksi kasus terhadap waktu (Rt) mengalami penurunan bertahap selama penerapan PSBB. Namun kemudian menjadi fluktuatif sejak lonjakan kasus harian pada 4 Mei sebanyak 183 kasus. Per 15 Mei, angka Rt adalah sebesar 1.04. Artinya setiap satu kasus memiliki kemampuan replikasi sebanyak 1 kali lipat.

“Ada kabar baik, orang sembuh naik 2 kali lipat dibanding yang meninggal dan pasien dirumah sakit turun. Penurunan terjadi di akhir April, tapi disisi lain 70 persen positif adalah OTG, jadi ini harus diwaspadai. 30 persen di rawat di rumah sakit, jadi OTG ini di isolasi di rumah," terangnya.

Kang Emil menuturkan, reproduksi kasus terendah terjadi di Kota Bogor 0,43 disusul Kabupaten Bandung dengan angka 0,6.

Pada kesempatan tersebut Kang Emil menjelaskan skema tingkat penanganan Pandemi di Provinsi Jawa Barat.

Level 1 Hijau (rendah) tidak ditemukan kasus positif (normal). Level 2 Biru (Ditemukan kasus  Covid 19 secara sporadis) bisa kasus impor atau penularan lokal (Physical Distancing). 

Level 3 Kuning (Cukup berat)  Ditemukan kasus Covid 19 klaster tunggal (PSBB Parsial). Level 4 Merah (Berat) Ditemukan kasus  Covid 19 pada satu atau klaster dengan peningkatan signifikan (PSBB penuh). Level 5 Hitam (Kritis) Ditemukan kasus Covid 19 dengan penularan di komunitas (Lockdown).

Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bogor, Bima Arya menyatakan, meski Kota Bogor tingkat reproduksi kasusnya terendah namun Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tetap memperpanjang PSBB hingga 26 Mei mendatang.

"Kota Bogor tingkat reproduksi kasusnya terendah di Jawa Barat kami syukuri  itu, tapi ada beberapa catatan. Pertama, kita ini kota yang dikepung oleh beberapa daerah, dikepung oleh Kabupaten Bogor dan dekat dengan DKI Jakarta. Kedua, wilayah kami juga tidak terlalu besar. jadi satu dengan yang lainnya berbatasan langsung dan kemungkinan mobilitasnya tinggi," terangnya.

Bima mengatakan, memang masih ada kelurahan yang saat ini tercatat belum ada yang positif. Jumlahnya ada 24 Kelurahan dari 68 Kelurahan, tapi ODP sudah tersebar di semua kelurahan dan hanya 3 kelurahan yang bersih dari PDP. 

"Karena itu dengan pertimbangan tersebut sulit rasanya bagi kami apabila unitnya itu zonanya berdasarkan kelurahan. Jadi dengan pertimbangan itu ditambah juga dengan memasuki Idul Fitri yang semakin dekat ini rasanya justru kita akan lebih memperketat PSBB. Kalau kita bebaskan relaksasi di satu kelurahan, maka orang-orang akan berbondong-bondong ke kelurahan itu, entah untuk shalat ID ataupun untuk hal-hal lainnya," jelasnya.

Saat ini Pemkot Bogor memilih untuk memperketat pemberlakuan PSBB sampai  26 Mei dan sudah merumuskan sanksinya melalui Perwali. Kemungkinan besar shalat Idul Fitri pun akan kami larang di semua wilayah Kota Bogor.

"Karena kalau kami longgarkan di beberapa titik dengan pengecualian zonasi tadi khawatirnya akan terjadi mobilitas. Namun demikian kami punya hitungan apabila PSBB tahap ketiga diperketat kemudian hasilnya landai kami mulai merumuskan tahapan-tahapan relaksasi. Seperti apa modelnya dan formatnya kami akan meminta masukan dari pakar epidemiologi, pengusaha, kampus dan lain-lain," paparnya.

Setelah itu apakah dilanjutkan perpanjang PSBB atau tidak akan merujuk pada hasil evaluasi PSBB tahap III pada 23 Mei 2020 nanti, yaitu rekomendasi Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor. (Prokompim)