Beranda >

Berita > Indikator Makro Jawa Barat Membaik


04 Januari 2011

Indikator Makro Jawa Barat Membaik

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan secara makro pertumbuhan perekonomian Jawa Barat mulai menggeliat dan membaik. Meski diakui terjangan krisis ekonomi global masih terasa, namun secara perlahan dan terukur kondisi diharapkan merangkak naik. 

 

Berdasarkan catatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat beberapa perkembangan indikator makro pembangunan Jawa Barat  ditunjukan  dengan sejumlah indikator, antara lain; Indeks Pembangunan Manusia (IPM), jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi (LPE), prosentase penduduk miskin, dan prosentase pengangguran.  Hal itu juga ditegaskan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Deny Juanda Puradimaja, terkait dengan optimisme peningkatan 0,5 poin IPM Jawa Barat pada tahun 2010.
 
Berdasarkan hasil perhitungan Bappeda Provinsi Jawa Barat, IPM Jawa Barat  pada Tahun 2009 mencapai angka 71,64 naik sebesar 0,52 poin dibandingkan tahun 2008 yang mencapai angka 71,12. Capaian IPM Jawa Barat pada kurun waktu 2006-2008 menunjukan peningkatan signifikan. 

Pada tahun 2006 capaian IPM berada pada poin 70,32, meningkat menjadi 70,71 pada tahun 2007. Posisi ini meningkat di tahun 2008 menjadi 71,12. “Peningkatan IPM ini sebagai dampak dari meningkatnya komponen penyusun IPM. Pada tahun 2010 diprediksikan IPM Jawa Barat akan meningkat lebih dari 0,5 poin, seiring dengan meningkatnya berbagai fasilitas dan sarana pendidikan serta kesehatan yang menjadi prioritas pembangunan di Jawa Barat,” ujar Deny.
 
Indeks Pendidikan (IP) sebagai salah satu komponen utama dalam IPM merupakan nilai rata-rata dari variabel angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Indeks Pendidikan pada tahun 2009 mencapai 81,14 meningkat dari tahun 2008 yang 80,35 poin.  Angka Melek Huruf (AMH) yang menggambarkan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis sebagai salah satu variabel dari indeks pendidikan di samping variabel rata-rata lama sekolah (RLS), pada periode 2006–2009 mengalami peningkatan walaupun relatif kecil. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sampai dengan Tahun 2009, terjadi peningkatan terhadap kemampuan baca masyarakat.  Pada tahun 2009 AMH Jawa Barat mencapai 96,33%.
 
Sementara untuk nilai Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang menggambarkan lamanya penduduk usia 15 tahun ke atas yang bersekolah (dalam Tahun), pada tahun 2009 mencapai 7,72  tahun, jika dikonversikan pada tingkat kelulusan, maka rata-rata tingkat pendidikan penduduk Jawa Barat adalah tidak tamat SLTP atau baru mencapai kelas 1 SLTP. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pencapaian RLS maksimal 15 Tahun, masih memerlukan rentang waktu yang cukup lama dan biaya yang besar.
 
Selanjutnya, Indeks Kesehatan mempresentasikan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah pada periode waktu tertentu, yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir (AHHe0).  Pada tahun 2009, indeks kesehatan Jawa Barat mencapai 71,67 meningkat 0,34 poin dari tahun 2008 yang mencapai 71,33 poin. Angka tersebut merupakan gambaran kinerja pembangunan kesehatan yang dilihat dari  meningkatkan angka harapan hidup masyarakat Jawa Barat yang mencapai 68 tahun pada tahun 2009 dari 67,8 tahun pada tahun 2008, dan diharapkan pada tahun 2010  menjadi lebih baik lagi. 
 
Indeks Daya Beli Masyarakat sebagai komponen utama IPM merupakan indikator dengan fluktuasi perubahan yang dinamis, sebab indeks ini sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal Jawa Barat, seperti kebijakan fiskal dan moneter. Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap dinamika naik turunnya kekuatan daya beli masyarakat, yaitu faktor pendapatan dan inflasi (tingginya harga barang dan jasa). Pada tahun 2009, indeks daya beli meningkat sebesar 0,44 poin dari tahun 2008 yaitu mencapai 62,10 poin dari angka 61,66 poin. Angka ini dipengaruhi oleh nilai Paritas Daya Beli masayarakat Jawa Barat yang ada tahun 2009 mencapai Rp. 630,01.
 
Jumlah Penduduk Jawa Barat  berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencapai  43.021.826 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun 2000 (SP 2000)  sebesar 1,89%. Dari jumlah tersebut, seks ratio penduduk Jawa Barat sebesar 103,46% yang berarti dari 100 penduduk perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki. Dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,07% dari jumlah penduduk Jawa Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yang hanya sebesar 0,41% dari total penduduk Jawa Barat.  
 
Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 (data maret 2010)  adalah sebesar 11,27% dari jumlah penduduk Jawa Barat, menurun dari tahun 2009 yang mencapai angka 11,96% (data susenas 2009). Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan.
 
Situasi Ketenagakerjaan di Jawa Barat mengalami sedikit perubahan selama satu tahun terakhir. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 tercatat sebanyak 18,89 juta jiwa, jika dibandingkan tahun 2009 sebanyak 18,98  juta jiwa. Ditinjau dari status wilayah, penurunan jumlah angkatan kerja terjadi didaerah perdesaan sedangkan kondisi sebaliknya terjadi di daerah perkotaan. Dilihat dari jenis kelamin, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja laki-laki sebanyak 102 ribu jiwa sedangkan angkatan kerja perempuan mengalami penurunan 190 ribu jiwa. 
 
Sementara itu Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2010 mencapai 62,38% atau menurun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 62,89% (data Sakernas). Penyerapan penduduk yang bekerja didominasi oleh tiga sektor usaha, yaitu sektor pertnaian 23,40%, sektor industri 20% dan sektor perdagtangan 24,83 persen.  Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan proporsi jumlah penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan kerja. Hasil Sakernas 2009-2010 menggambarkan bahwa TPT Jawa Barat tahun 2010 mencapai 10,33%, menurun dari tahun 2009 sebesar 10,96%. 

Kinerja perekonomian Jawa Barat tahun 2010 tergambarkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sampai dengan triwulan III tahun 2010, mengalami pertumbuhan sebesar 2,66 persen dari triwulan sebelumnya, yang tumbuh sebesar 1,44 persen. 

Sementara itu jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi secara year on year-yoy (dibandingkan dengan triwulan III tahun 2009 ), kinerja perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh sebesar 4,02 persen. Pada triwulan III ini, LPE seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang positif. Namun demikian jika dilihat secara yoy, masih ada sektor yang mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sektor pertanian dan pertambangan-penggalian.

Bila dilihat dari sumber pertumbuhannya, pada triwulan ini sektor industri pengolahan memberikan andil terbesar yaitu sebesar 0,80 persen. Sedangkan paling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya memberikan andil sebesar 0,03 persen, sektor lainnya seperti pertanian (0,17 %), LGA (0,05 %), bangunan (0,14 %), perdagangan, hotel dan restoran (0,54 %), pengangkutan dan komunikasi (0,48 %), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (0,17 %), dan jasa-jasa (0,27 %).

Secara umum, LPE Jawa Barat pada triwulan III tahun 2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan  meningkatnya kinerja semua sektor terutama industri pengolahan yang tumbuh sebesar 1,89 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mengalami hal yang sama yaitu sebesar 2,47 persen dan sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 1,38 persen, sedangkan pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif yaitu sebesar minus 16,59 persen. 

Hal yang sama juga dialami sektor keuangan dalam PDRB, yaitu pertumbuhan semua sektor kecuali sub sektor bank dan sub sektor lembaga keuangan bukan bank, pada triwulan III tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 2,66 persen, atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya  sebesar 1,42 persen.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,0% (yoy) pada triwulan III-2010, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 6-6,5%. Secara keseluruhan pertumbuhan perekonomian Jawa Barat tahun 2010 mencapai 6,0%. 
 
Sementara itu, perkembangan inflasi secara tahunan (yoy) sampai dengan periode Oktober 2010 mencapai 5,35%, lebih rendah dari inflasi nasional 5,67%. Inflasi yang tinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi/minuman, dan kelompok sandang masing-masing sebesar 10.65%, 6.32%, dan 6.28%. 

Sedangkan inflasi yang relatif rendah, yaitu kelompok perumahan, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, dan kelompok transport, masing-masing 3.17%, 2.27%, 1.86%, dan 1.45%. Secara tahunan, seluruh kota di Jawa Barat mengalami inflasi. Secara berurutan, inflasi tertinggi dihadapi oleh kota Bekasi diikuti oleh kota Cirebon dan Bogor masing-masing 6.42%, 5.87%, dan 5.84%. (humas provjabar)