Beranda >

Berita > Harkitnas ke-109, Jangan Ada Masyarakat Tercecer Dari Gerbong Pembangunan


22 Mei 2017

Harkitnas ke-109, Jangan Ada Masyarakat Tercecer Dari Gerbong Pembangunan

KOTA BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar Upacara Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-109 Tahun 2017 di Halaman Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Senin pagi (22/5/17). Harkitnas tahun ini dimaknai sebagai momentum untuk meraih kebangkitan dalam aspek pembagunan, sesuai dengan Tema: “Pemerataan Pembangunan Indonesia yang Berkeadilan sebagai Wujud Kebangkitan Nasional”.

Usai upacara, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) memandang pemerataan sebuah pembangunan, baik infrastruktur maupun Sumber Daya Manusia harus bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Semangat Kebangkitan Nasional disinggung Pak Menteri (Menkominfo) dalam pidatonya adalah kita harus bagkit menjadi Negara maju dan sejahtera. Cita-cita kita tidak ada satu pun masyarakat kita yang tercecer dari gerbong kebangkitan,” kata Aher usai menjadi Pembina Upacara dan membacakan pidato Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI Rudiantara.

“Ketika gerbongnya menuju kebangkitan semuanya harus terbawa. Hal yang disoroti juga bahwa kemajuan itu jangan menghadirkan kesenjangan. Kalau terjadi Kesenjangan tentu saja harus diselesaikan dan jangan terlalu senjang. Itu masalah nasional kita,” lanjutnya.

Zaman dulu membangun Kebangkitan Nasional untuk menghadang penjajahan dan berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan. Menurut Aher, narasi kebangkitan saat ini yaitu menghadirkan kemerdekaan dengan mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur.

Lebih lanjut, Aher juga menekankan bahwa momentum Harkitnas ini menjadi sarana bagi kaum muda Indonesia. Kaum muda harus memilikispirit berperan serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

“Pada hari ini juga gerbong kaula muda harus berperan untuk membangkitkan spirit kebangkitan demi untuk mencapai kemajuan negeri, kesejahteraan negeri, sebagaimana cita-cita kita semuanya. Pada saat yang sama juga membangkitkan spirit untuk tetap bersatu dan bersatu,” ajak Aher.

Dalam konteks Jawa Barat, persatuan dan kesatuan merupakan fitrah. Kebhinekaan di Jawa Barat menjadi bagian yang tak terpisahkan. Toleransi antar-umat beragama, ras, suku, ataupun etnis yang ada merupakan keindahan lain yang terpancar dari Bumi Parahyangan.

“Banyak orang meyakini bahwa Kebhinekaan hanyalah fakta kehidupan yang harus kita hormati, dalam kontkes kami di Jawa Barat bukan sekadar fakta kehidupan. Kebhinekaan itu adalah fitrah kehidupan, karena memang Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT menciptakan perbedaan oleh Kemahakuasaannya supaya saling hormat-menghormati,” papar Aher.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan aspek pemerataan pembangunan di segala sektor. Seperti di sektor kelistrikan, pembangunan ketenagalistrikan telah dilakukan di 2.500 desa yang belum mendapat aliran listrik. Pada saat yang sama, kebijakan pemerataan dilakukan melalui subsidi listrik yang difokuskan kepada masyarakat menengah ke bawah, sehingga bisa dilakukan relokasi subsidi listrik Tahun 2016 sebesar Rp 12 Triliun, dialihkan untuk menunjang sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Khusus di Jawa Barat, Aher menjelaskan elektrifikasi di Jawa Barat terus meningkat. Bahkan saat ini sudah mencapai 97,7%. Sisanya diharapkan bisa segera diselesaikan dengan cepat pada 2018. Sementara target nasional angka elektrifikasi rata-rata 85%. “Di Jawa Barat dalam konteks elektrifikasi seluruh desa sudah mendapatkan elektrifikasi. Bahkan persentase rumah tangganya pun meningkat. Pada tahun 2008 masih 65 persen sekarang sudah di angka 97,7 persen, tertinggi setelah DKI Jakarta,” tutur Aher.

“Sekarang untuk menelusuri 1,3 persen yang jumlahnya kira-kira 600 ribu rumah tanggaan, itu sulit dimana saja angka ini muncul. Sebab ketika minta laporan dari desa, desa ga ada laporan juga. Paling dalam sebuah perkampungan ada satu atau dua (rumah tangga). Ga ada lagi kawasan yang kemudian gelap,” tambahnya.

Pemerintah juga memandang bahwa pembangunan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan pemerataan ekonomi dan meningkatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk salah satunya infrastruktur jalan raya. Baru-baru ini Presiden Jokowi menjajal langsung jalan Trans-Papua yang sudah hampir selesai dibangun. Dari 4.300 kilometer jalan raya Trans-Papua, 3.800 kilometer di antaranya telah dibuka.

Dalam bidang agraria, juga telah diluncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertumpu pada 3 (tiga) pilar yaitu: lahan, kesempatan, dan SDM. Kebijakan ini menitikberatkan pada reforma agraria, termasuk legalisasi lahan transmigrasi; pendidikan dan pelatihan vokasi; perumahan untuk masyarakat miskin perkotaan; serta ritel modern dan pasar tradisional.

Upaya lain yang dilakukan Pemerintah yaitu pemerataan di sektor Kominfo melalui program Palapa Ring, berupa proyek pembangunan jaringan tulang punggung serta serat optik nasional untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia, sehingga keberadaan internet berkecepatan tinggi (broadband) dapat dinikmati secara luas.

Dalam pidatonya, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa berkah digitalisasi yang paling nyata hampir terjadi di setiap sektor terkait dengan dipangkasnya waktu perizinan. Proses perizinan yang berlangsung ratusan hari sampai tak terhingga dipangkas secara drastis hingga enam kali lebih cepat dari waktu semula.

Perizinan di sektor listrik dari 923 hari menjadi 256 hari, perizinan pertanian dari 751 hari menjadi 172 hari, perizinan perindustrian dari 672 hari menjadi 152 hari, perizinan kawasan pariwisata dari 661 hari menjadi 188 hari. Demikian juga perizinan pertanahan, dari 123 hari menjadi 90 hari, perizinan kehutanan dari 111 hari menjadi 47 hari, perizinan perhubungan dari 30 hari menjadi 5 hari, perizinan bidang telekomunikasi dari 60 hari dipangkas jadi 14 hari. Pemangkasan waktu perizinan ini dapat terlaksana berkat teknologi digital. 

“Dengan inovasi digital, mungkin kita dihadapkan pada kejutan-kejutan dan tata cara baru dalam berhimpun dan berkreasi. Sebagian menguatkan, namun tak kalah juga yang mengancam ikatan-ikatan kita dalam berbangsa,” ungkap Rudi.

 “Satu hal yang pasti, kita harus tetap berpihak untuk mendahulukan kepentingan bangsa di tengah gempuran lawan-lawan yang bisa jadi makin tak kasat mata. Justru karena itulah maka kita tak boleh meninggalkan orientasi untuk terus mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan social,” pungkas Rudi dalam pidatonya tersebut.(dikutip Humas Kota Bogor )