Beranda >

Berita > Nilai dan Harga Iman


03 Februari 2020

Nilai dan Harga Iman

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat kembali berkesempatan menyampaikan kuliah tujuh menit (kultum) di Masjid At-Taqwa, Balai Kota Bogor, Senin (03/02/2020) siang. Ia menjelaskan mengenai nilai dan harga Iman.

Menurutnya, yang dimaksud dengan “nilai” menurut istilah ekonomi ialah kemampuan yang membuat sesuatu menjadi sedemikian rupa, seperti misalnya satu liter beras mempunyai kemampuan untuk menghilangkan lapar dan atau membuat kenyangnya dua orang dalam satu waktu tertentu.

“Jadi, sifatnya berlaku obyektif, yakni tidak tergantung kepada mau atau tidak maunya manusia terhadap yang demikian. Dari itu nilai mengandung sajian alternatif obyektif,” ujarnya.

Mengenai “harga” juga menurut istilah ekonomi, ialah jumlah yang orang bersedia mengorbankannya untuk mendapat nilai. Misalnya, orang mengorbankan sejumlah uangnya untuk mendapat satu liter beras, uang dan sebagainya yang berfungsi menjadi alat penukar berharga, tetapi harga itu sendiri tidak mengandung nilai yang dimaksud di atas.

“Misalnya jika orang makan lembaran uang dia tidak akan kenyang. Dari itu maka ‘harga’ hanyalah mengganti ‘nilai’ dan sifatnya berlaku subyektif, yaitu tergantung kepada suka atau tidak sukanya manusia,” terangnya.

Dengan demikian kata Sekda, maka harga mengandung sajian alternatif subyektif. Jadi “nilai Iman” ialah kemampuan isi Iman untuk membuat pendukung atau penyanjungnya menjadi menurut apa yang digambarkan/dijanjikan oleh isi atau materi Iman, yakni Al-Qur’an.

Sebaliknya “harga Iman” ialah jumlah yang harus dikorbankan untuk mendapat Iman atau menjadi mukmin, yaitu mengorbankan segenap dirinya dan segenap harta kekayaannya menjadi hamba Allah SWT mengikuti petunjuk Al-Qur’an untuk mencapai jannah-Nya.

Sekda menerangkan, perkataan Iman itu sendiri tidak akan menjadi sempurna kecuali jika dihubungkan dengan perkataan lain. Artinya “nilai dan harga Iman” ditentukan oleh sesuatu yang lain. Dengan kata lain maka perkataan “Iman” belum bernilai dan berharga kecuali dia diikat atau digandeng dengan sesuatu yang lain, yaitu ajaran atau Ilmu.

Ade menegaskan, hidup hanya satu kali, setiap ucap, niat dan perbuatan perlu dipertanggungjawabkan. Maka itu ia mengajak semua untuk belajar memahami Al-Quran untuk menuntun hidup yang sangat sebentar ini. “Mudah-mudahan kita mendapatkan ampunan dari Allah SWT,” harapnya. (Prokompim)