Beranda >

Berita > Menelusuri Sejarah Gedung Sate Melalui Menaranya


13 November 2016

Menelusuri Sejarah Gedung Sate Melalui Menaranya

BANDUNG -- Salah satu benak kuat masyarakat akan Gedung Sate tentu saja ornamen mirip tusuk sate di atas menara. Ini menggenapi keindahan bangunan Gedung Sate yang berdiri tegak memanjang dari arah Timur ke Barat di sepanjang Jalan Diponegoro, Kota Bandung. 

 

Menara Gedung Sate sendiri telah berdiri sejak dibangunnya gedung itu sendiri, yakni tahun 1920. Riwayat valid menunjukkan, sekitar 2000 warga Indonesia yang masa itu dijajah Belanda, turut membangun menara ikonik tersebut. Siapa tahu belum pernah ke bangunan ini, yuk kita jelajahi menara tersebut. 

 

Dilihat dari posisi lantai, menara ini terletak di lantai paling tinggi yaitu lantai lima.

Anda bisa menggunakan lift atau lewat tangga yang pintu masuknya bisa lewat lantai dua Gedung Sate. 

 

Nah kalau lewat tangga, akan terlihat betapa tua namun kuatnya tangga kayu tersebut. Dengan kelir coklat tua dilingkupi dinding warna putih, kayu tersebut kokoh karena dominan menggunakan kayu mahoni atau kayu jati Belanda.

 

Jika tak terbiasa mengolah fisik, nafas akan dibuat tersengal-sengal setelah naik tangga tersebut. Hingga kemudian, sebelum menjangkau lantai lima tadi, pengunjung akan melewati lantai empat yang menjadi ruang pameran artefak-artefak khas Jawa Barat. 

 

Artefak-artefak ini antara lain foto perkembangan Gedung Sate, pakaian adat khas Jawa Barat, replika rumah kasepuhan, hasil tambang Jawa Barat, dan masih banyak lagi. Jadi, sebelum menikmati keindahan lanskap kota di menara, mari dulang dahulu sejarah Jawa Barat. 

 

Di lantai empat ini pula terdapat katrol yang digunakan sewaktu proses pembangunan Gedung Sate periode tahun 1920 hingga 1924. Katrol digunakan mengangkut bahan baku bangunan, seperti batu dan kapur. Agar terawat, kini katrol diberi kotak kaca dan dijadikan benda peninggalan bersejarah.

 

Ornamen-ornamen yang menghiasi ruang pameran identik kekhasan negeri Kincir Angin. Kayu-kayu penyangga di ruangan diukir gambar bunga tulip. Namun, lantainya tetap menonjolkan gaya tradisi indonesia yakni bilik kayu.

 

”Dulu ini mah bukan bilik. Dulu kayak papan. Sekarang sudah pake kayu pinus, tapi ornamennya tetap berbilik begini,” kata Yanto Rukmana, sekuriti Gedung Sate, yang juga pemandu senior wisata sejarah gedung tersebut kepada Tim Humas Jabar, awal pekan ini. 

 

Jangan khawatir kesulitan urusan toilet karena di lantai empat ini pula tersedia sarana buang air. Nah, jika sudah puas putar-putar lantai pameran, saatnya masuk ke bangunan inti menara dengan naik satu tangga. Begitu keluar, pemandangan utama adalah dapat langsung melihat Gunung Tangkuban Perahu di arah utara. Berjalan ke arah timur sedikit, maka dapat terlihat indahnya Gunung Manglayang.

 

Jadi, akan segera terlihat city view Kota Bandung, terutama di kawasan utara. Beberapa kursi dan meja disediakan bagi pengunjung yang ingin bersantai menikmati pemandangan Kota Bandung dari menara bagian luar. Pastinnya, cocok menyeduh kopi dan teh Jabar sambil mengudap di bagian luar menara ini, khususunya pada pagi dan sore hari.   

 

Di dalam Menara 

Setelah berkeliling di balkon (jangan lupa swafoto dengan spot utama taman utama Gedung Sate berlatar Monumen Perjuangan dan Tangkuban Perahu), maka saatnya masuk menara yang berbentuk menyerupai burung. 

 

“Kalo dilihat pake (kamera) drone ya, menara Gedung Sate betuknya kayak burung. Katanya mirip juga huruf T tapi bukan, lebih kayak burung lah,” timpal Yanto, yang sudah 21 tahun berdinas di gedung historis tersebut. 

 

Jika diumpamakan, kata dia, bentuk kepala burung menghadap ke arah utara atau ke arah Gunung Tangkuban Perahu. Sayapnya menghadap ke Timur dan Barat, sementara buntut menghadap Selatan.

 

Dengan dilingkupi kaca tebal yang kuat menghalau angin dan air hujan, di menara ini berisikan beberapa meja dan kursi. Ketika Gedung Sate masih diduduki oleh Belanda, belum ada meja dan kursi pada bagian menara. 

 

“Dulu Belanda narangtung weh di sini, kalo sekarang boleh duduk-duduk di sini. Pengunjung bisa ke sini bawa makanannya sendiri sambil menikmati pemandangan,” katanya. 

 

Setelah Gedung Sate digunakan sebagai kantor Gubernur Jabar, barulah ditaruh sejumlah kursi dan meja untuk menjamu tamu gubernur seperti duta besar, tamu negara, atau bahkan masyarakat umum. 

 

Meski sudah berusia ratusan tahun, bentuk bangunan menara ini masih orisinil. 

Kalaupun ada perbaikan, dapat dipastikan sudah sepengetahuan para pihak dan sifatnya mikro. Contohnya lantai ruangan inti menara dulunya menggunakan ubin atau traso dan diberi lapisan ampas kelapa. Namun sekarang sudah gunakan ubin marmer asal Citatah, Kabupaten Bandung Barat alias produk asli Jabar. 

 

Ruangan menara berkaca ini berada persis di bawah tusuk sate yang menjulang tinggi ke atas. Ada bagian menarik benda bersejarah lainnya yakni di tengah ruangan. Isinya kotak berisikan sirine yang pada masa kependudukan Belanda digunakan sebagai alarm penanda perang dan bencana alam.

 

Pada masa gedung ini masih bernama Gouvernements Bedrijven (GB), bunyi sirine dapat menjangkau sejauh 2000 km sampai ke Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Namun seiring semakin banyaknya bangunan tinggi di Kota Bandung, jelas menghalangi nyaringnya bunyi sirine ini. 

 

“Bagi warga yang penasaran mendengarkan bunyi sirine dari menara Gedung Sate ini bisa didengar tanggal 17 Agustus, Tahun Baru, dan setiap Hari Pahlawan 10 November,” kata Yanto. 

 

Ornamen tusuk sate yang menjulang di atas menara memiliki fungsi sebagai penangkal petir. Tusuk sate berjumlah enam ornamen ini sebenarnya berbentuk jambu air yang menandakan enam ornamen sebagai simbol besaran biaya yang dikeluarkan dalam membangun Gedung Sate sebesar enam juta Gulden.

 

Menurutnya, sekalipun menjadi penanda inti bangunan, lantai empat dan lima ini tidak pernah ekslusif. Siapapun masyarakat yang ingin datang, yang ingin melihat panorama Kota Bandung dari sudut pandang menara Gedung Sate, dapat langsung mengunjunginya. 

 

”Umum boleh masuk ke sini asalkan minta izin secara prosedural. Kalo emang lagi nggak ada acara apa-apa di sini, silakan aja. Tidak dipungut biaya sama sekali. Ini kan bangunan pemerintah,” pungkas pria energik yang hafal banyak sejarah gedung tersebut. Ayo jelajahi Menara Gedung Sate! ( Dikutip Humas Kota Bogor )