Beranda >

Berita > Memimpin itu Adalah Seni Mengelola Harapan


16 Agustus 2017

Memimpin itu Adalah Seni Mengelola Harapan

Memimpin itu adalah seni mengelola harapan. Pemimpin adalah tempatnya harapan bertumpu, yang harus diingat adalah tidak semua harapan bisa dan harus dipenuhi seorang pemimpin. Jika pemimpin memiliki cita-cita ingin memuaskan semua orang, kalian akan selesai jadi pemimpin. Hal itu dikatakan Wali Kota Bogor Bima Arya menjelang kegiatan renungan bagi para anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Kota Bogor Tahun 2017 di Aula GOR Pajajaran, jalan Pemuda, Kota Bogor, Selasa (15/08/2017) malam.

“Jam terbang akan membentuk kalian menjadi seorang pemimpin yang dapat memilih, mana harapan yang harus dipenuhi dan mana yang tidak. Sebagai Wali Kota saya mencicil sedikit demi sedikit harapan yang ditujukan pada saya, sehingga pada akhirnya warga dapat melihat dan merasakan,” ujar Bima yang didampingi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bogor Eko Prabowo dan Ketua KONI Kota Bogor, Beninnue Argoebie

Selain itu, memimpin menurut Bima adalah seni memecah kebuntuan. Pemimpin itu berbeda dengan orang biasa, pemimpin harus berada didepan dan berbeda juga harus mampu memecah kebuntuan dan memecah kebekuan. Poin terakhir adalah poin yang paling tidak mudah, yakni memimpin itu seni menjaga keseimbangan, karena seorang pemimpin itu dihadapkan pada banyak kepentingan yang berbeda. Perbedaan itu keniscayaan, keberagaman adalah keharusan dan kewajaran, tapi kebersamaan dan persatuan harus selalu diperjuangkan.

“Perbedaan adalah sunatullah, orang kembar identik saja pasti memiliki perbedaan. Inilah tantangan terbesar seorang pemimpin, menjaga keseimbangan dan membangun kebersamaan,” tegas Bima.

Bagaimana cara menjaga keseimbangan dan apa yang harus dilakukan. Bima menegaskan setiap pemimpin harus tahu antara hak dan kewajiban, ini adalah prinsip utama. Untuk menjaga keseimbangan pertama adalah harus tahu aturan dan yang kedua adalah kebijaksanaan pemimpin dalam mengambil yang dapat diterima semua pihak. “Salah satu contohnya saat Rasulullah SAW memberikan keputusan bagi para pemimpin Quraisy saat peletakan batu Hajar Aswad saat pembangunan Ka’bah. Jadi menjadi bijaksana adalah pilihan, menjadi tua adalah keniscayaan. Hidup adalah proses belajar yang terus menerus untuk memperbaiki diri,” tuturnya.

Memimpin itu juga seni membangun kultur, memberi motivasi dan inspirasi, menawarkan cara pandang baru agar orang lain menjadi lebih bersemangat. Memimpin adalah seni melatih kesabaran, jadi pemimpin harus sabar, harus siap menanggung resiko. Kesabaran tidak sebatas mengolah emosi karena arti sabar itu sangat luas.

“Terakhir memimpin itu seni membangun keluarga, setiap pemimpin jangan menganggap bawahan seperti mesin. Semakin orang menjadi bagian dari keluarga semakin efektif kepemimpinan itu,” pungkasnya. (humas:rabas/hari) SZ