Beranda >

Berita > Tahun Ajaran Baru, Penerimaan Siswa ABK di Sekolah Inklusif Berdasarkan Domisili


10 Oktober 2017

Tahun Ajaran Baru, Penerimaan Siswa ABK di Sekolah Inklusif Berdasarkan Domisili

Masih adanya sekolah inklusif yang mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan jumlah lebih banyak di banding sekolah inklusif lainnya membuat Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor membuat sebuah kebijakan baru, yakni kebijakan penerimaan siswa ABK sesuai dengan domisili. Rencananya kebijakan ini akan diberlakukan tahun depan pada saat pendaftaran calon siswa baru. 

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Fahrudin mengatakan, di Kota Bogor sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusif ada 57 sekolah. 57 sekolah tersebut terdiri dari delapan PAUD, 37 Sekolah Dasar (SD) dan 12 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah-sekolah yang ditunjuk ini gurunya menjadi prioritas untuk diikutsertakan pelatihan.

"Kalau sekolah inklusif ini kejauhan untuk ABK maka sekolah yang paling dekat wajib menerima ABK karena memang sebenarnya saat ini semua sekolah sudah diwajibkan menerima ABK," ujarnya seusai menghadiri acara sosialisasi pendidikan Inklusif 2017 di Gedung Kusnoto Lippi, jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bogor, Selasa (10/10/2017).

Fahrudin menuturkan, meski sekolah inklusif jumlahnya sudah banyak dan sekolah-sekolah reguler juga dapat menerima ABK, ada sekolah inklusif yang mendapat kepercayaan lebih dari orang tua. Kepercayaan ini membuat sekolah tersebut jumlah siswa ABKnya lebih banyak. Padahal idealnya siswa ABK pada satu kelas tiga sampai lima orang dari jumlah siswa 20 orang.

"Jadi kedepan begitu mau masuk SD, ABK akan dipetakan terlebih dahulu. Sekolah akan melaporkan ke Disdik dan tidak bisa langsung diterima sama sekolah. Sebaliknya, Disdik akan mengundang orang tua calon siswa untuk berdiskusi bersama untuk menentukan sekolah berdasarkan domisi terdekat," jelasnya.

Menurut Fahrudin, kebijakan ini untuk mengurangi beban sekolah inklusif yang jumlah ABKnya banyak. Dan tentunya pengawasan terhadap ABK pun menjadi lebih optimal. Hal menarik dari sekolah inklusif juga membuat anak tanpa hambatan menjadi lebih peka dan peduli terhadap ABK. Sebab anak tanpa hambatan ikut mendampingi ABK. "Bagi ABK mereka bisa lebih mandiri sebab di kedepan mereka hidup di tengah orang-orang tanpa hambatan," jelasnya.

Sementara itu, hal senada turut dikatakan Bunda Anak Istimewa Yane Ardian, ABK mempunyai hak pendidikan yang sama dengan anak tanpa hambatan. Namun, jika ada sekolah yang jumlah ABK nya banyak, ia khawatir anak-anak malah tidak mendapatkan pelayanan yang baik. Apalagi jika tidak didukung dengan pengajar yang mampu menangani ABK.  "Hal terpenting itu pelatihan terhadap pengajarnya dalam menangani ABK harus terus dilakukan," pungkasnya. (fla/indra/adit-SZ)