Beranda >

Berita > Pajak BPHTB Tidak Bisa Ditunggak


09 Mei 2018

Pajak BPHTB Tidak Bisa Ditunggak

Forum Group Disscusion (FGD) Optimalisasi Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) se-Indonesia digelar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, di Hotel Savero Garden, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Rabu (09/05/2018).

Dalam FGD tersebut hadir 100 orang perwakilan Bapenda dan Bagian Keuangan dari kota/kabupaten lain seluruh Indonesia dengan tujuan membahas pengelolaan BPHTB. “Jadi sekarang banyak kebijakan atau aturan baru yang akhirnya berbenturan dengan masalah penerimaan BPHTB,” ujar Plt. Kepala Bapenda Kota Bogor, R. An-an Andri Hikmat.

An-an mengatakan, contoh kebijakan atau aturan baru yang berbenturan yakni adanya Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang membolehkan BPHTB di tunggak. Padahal jika ditunggak akan menimbulkan resiko kepada Bapenda Kota Bogor. Selain, itu BPHTB sendiri merupakan pajak final, yakni pajak yang tidak bisa ditunggak.

“Kalau BPHTB ditunggak sementara sertifikatnya sudah jadi terus nanti malah tidak dibayar bagaimana. Jadi tidak mungkin ditunggak, makanya sekarang kita bahas bersama,” jelasnya.

Ia menuturkan, kebijakan penunggakan BPHTB ini latar belakangnya untuk mengejar sertifikasi PTSL bagi warga miskin di seluruh Indonesia dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Padahal yang berwenang dalam hal boleh tidak bolehnya menunggak ada di Bapenda bukan di BPN. Apalagi target capaian BPHTB Kota Bogor tahun ini sebesar Rp. 147 Miliar.

“Kami harap ada hasil dari FGD untuk solusinya karena peserta juga merupakan orang-orang ahli dibidang pajak dan keuangan,” jelasnya.

Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat mengatakan, dalam melakukan kelangsungan pembangunan di Kota Bogor tentu membutuhkan anggaran. Saat ini sudah banyak pembangunan yang dilakukan mulai dari taman hingga pedestrian. Maka kita harus terus berupaya menaikkan PAD Kota Bogor dan di tahun ini menargetkan perolehan pajak Rp. 981 Miliar. Di 2017 target realisasi PAD mencapai 106 persen.

“Jadi jangan sampai kebijakan pusat malah memotong kebijakan daerah. Seperti kebijakan PTSL, BPHTB harus tetap dibayar pajaknya,” katanya. (fla/ismet-SZ)