Beranda >

Berita > Tumpang Tindih, Pemprov Jabar Usul UU Terkait Perumahan Direvisi


13 Desember 2016

Tumpang Tindih, Pemprov Jabar Usul UU Terkait Perumahan Direvisi

BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) mengusulkan agar aturan terkait pelaksanaan program perumahan dan permukiman dilakukan revisi. Hal tersebut penting untuk segera dilakukan karena terjadi tumpang tindih aturan atau kewenangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
 
Pada acara diskusi dalam rangka kunjungan kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI – yang salah satunya menangani masalah Pekerjaan Umum (PU), Kepala Diskimrum Jawa Barat Bambang Rianto menjelaskan, salah satu aturan tumpang tindih tersebut antara Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pengawasan Permukiman dan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Bambang menuturkan, tumpang tindihnya aturan tersebut mengakibatkan pelaksanaan program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) menjadi terganjal.
 
“Ada perbedaan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah. Terkait Rutilahu di UU Nomor 23/2014 kewenangan untuk rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) menjadi kewenangan pusat,” tutur Bambang dalam pertemuan yang digelar di Ruang Sanggabuana Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Jumat (9/12/16).
 
“Dengan situasi ini maka program Rutilahu jadi terganjal, kemudian program sejuta rumah yang dicanangkan juga akan terganjal, karena lebih banyak program sejuta rumah itu untuk MBR yang terbanyak. Nah, ini mungkin perlu diperbaiki mungkin, Bu, perlu ditinjau ulang karena ini bertabrakan,” lanjut Bambang di hadapan Wakil Ketua Komite II DPD RI Anna Latuconsina serta para anggotanya.
 
Selain itu, hal lainnya terkait penyediaan rumah bagi korban bencana. Hal ini mengacu pada program pembangunan rumah MBR yang hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat, sementara pihak provinsi tidak diberikan kewenangan untuk menangani hal tersebut.
 
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang juga hadir dalam diskusi ini mengungkapkan, bahwa revisi UU tersebut memang perlu dilakukan. Menurut Wagub, harus ada sinkronisasi antara UU Nomor 1 Tahun 2011 dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 terkait perumahan. Aturan tersebut harus jelas agar aparat pemerintah di daerah bisa melaksanakan program pembangunan dengan baik, sehingga tidak ada kebimbangan serta rasa takut akan sanksi yang bisa menjeratnya.
 
“Kita minta agar lebih sinkron seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 kewenangan antara pusat dan daerah itu tumpang tindih, kontradiktif di undang-undang tadi,” ungkap Wagub usai dirinya menerima kunker tersebut.
 
“Kemudian juga tentang tata ruang untuk pembangunan, seperti kita usulkan di PP-nya tentang tata ruang tadi soal kewenangan gubernur, walikota, dan kabupaten untuk merevisi tata ruang secara parsial,” lanjutnya.
 
Dalam diskusi ini, Wagub pun meminta agar Pemerintah Pusat segera membuat aturan turunan dari undang-undang tersebut berupa Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Menteri terkait yang menurutnya masih sangat sedikit. Untuk itu, diharapkan Komite II DPD RI dapat mendorong Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR untuk segera menuntaskannya.
 
Sementara itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI Anna Latuconsina memberikan apresiasi atas usulan yang diberikan oleh Pemprov Jawa Barat. Anna mengatakan kunjungan kerja tersebut dilakukan dengan tujuan untuk berdialog mengenai sejauh mana implementasi atau pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pengawasan Permukiman dan Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Jalan di Provinsi Jawa Barat.
 
Anna pun mengatakan, pihak DPD RI melalui Komite II telah mencatat dengan baik segala hal atau usulan dari Pemprov Jawa Barat sebagai aspirasi yang selanjutnya akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat.
 
“Kami berikan apresiasi kepada Pak Wakil Gubernur serta seluruh jajaran yang hadir, kami mengharapkan aspirasi apa yang disampaikan kepada kami DPD RI dalam rangka pencapaian target pembangunan perumahan bagi rakyat khususnya di Provinsi Jawa Barat,” kata Anna.
 
Berdasakan data BPS 2016, backlog (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan) di Jawa Barat mencapai 2.479.753 unit. Selain itu, tidak meratanya konsentrasi penduduk menyebabkan pembangunan kawasan tidak seimbang, serta rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau terutama untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, berdampak pada kawasan kumuh di Jawa Barat, yang menurut kewenangan provinsi luasnya mencapai 414.319 Hektar atau sebanyak 34 kawasan. Demikian juga dengan rumah tidak layak huni,  yang jumlahnya pada tahun 2015 mencapai 284.784 unit.  
 
Jabar Anggarkan Rp 578 Miliar Untuk Jalan & Jembatan di 2017
Pada Tahun Anggaran (TA) 2016 untuk penanganan jalan dan jembatan, Pemprov Jawa Barat mengalokasikan dana sebesar Rp 808 Miliar, serta untuk kegiatan penunjang sebesar Rp 13,47 Miliar. Selain itu, tahun ini juga dialokasikan anggaran sebesar Rp 101,3 Miliar untuk penanganan jalan di kawasan Geopark Ciletuh.
 
Saat menerima kunjungan kerja Komite II DPD RI ke Jawa Barat, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar juga mengungkapkan bahwa untuk tahun 2017, Pemprov Jabar merencanakan Anggaran Penanganan sebesar Rp 578,821 Miliar, yang diproritaskan untuk pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, pekerjaan drainase dan perbaikan badan jalan, peningkatan dan pembangunan jalan, pemeliharaan jembatan, dan kegiatan lainnya. Sementara itu, untuk kegiatan penunjang dengan anggaran Rp 10,42 Milyar, serta untuk penanganan jalan di kawasan Geopark Ciletuh sebesar Rp 212,5 Miliar.
 
Namun, pada kesempatan ini Wagub juga mengusulkan beberapa ruas jalan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintahannya agar bisa diambil oleh Pemerintah Pusat, seperti ruas jalan menuju salah satu kawasan tambang di Kabupaten Bogor. Apabila ruas jalan tersebut diambil oleh Pemerintah Pusat diharapkan lebar dan kualitas jalan bisa ditingkatkan, mengingat jalan tersebut kerap kali rusak akibat muatan kendaraan pengangkut tambang yang begitu besar.
 
“Juga tentang beberapa ruas jalan yang sebaiknya diambil alih oleh Pemerintah Pusat buat jalan nasional, seperti di Bogor. Jalan tambangnya kan Jalan Kabupaten juga ada Jalan Provinsi, kalau diambil nasional mungkin bisa diperlebar atau ditingkatkan kualitasnya,” harap Wagub usai acara diskusi.
 
Berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Tahun 2015 Jalan Nasional yang ada di Jawa Barat mencapai 1.789,2 km. Jalan Provinsi berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Tahun 2016 sepanjang 2.360,58 km dan Jalan Kabupaten/Kota berdasarkan Kepgub Tahun 2011 yang belum direvisi sepanjang 32,4 ribu km.
 
Sementara pada 2015, tingkat kemantapan Jalan Provinsi di Jawa Barat sudah mencapai 97,80% dan tahun ini ditargetkan bisa menjadi 98,00%, sementara target pada 2017 menjadi 98,25%. Oleh sebab itu, meskipun dengan anggaran terbatas, Pemprov Jawa Barat akan tetap berupaya agar infrastruktur kebinamargaan mendapatkan porsi anggaran yang cukup, terlebih pemprov pun mendapatkan tambahan Jalan Kabupaten/Kota yang menjadi Jalan Provinsi. ( Dikutip humas Kota Bogor )